DPR Pertanyakan Surat Penolakan Komisaris Soal Mitratel

DPR Pertanyakan Surat Penolakan Komisaris Soal MitratelKomisi VI DPR meminta manajemen PT Telekomunikasi Indonesia Tbk untuk mengklarifikasi surat jawaban tertulis Menteri BUMN Rini M Soemarno terkait aksi “share swap” (tukar guling) anak usaha Telkom PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG).

“Saya ingin Telkom mengklarifikasi surat jawaban Menteri BUMN yang menyatakan bahwa dewan komisaris menolak dan menyarankan dikaji aksi korporasi lainnya. Apakah ini benar?,” kata Ketua Komisi VI DPR RI, Achmad Hafisz Tohir, di sela Rapat Kerja dengan manajemen Telkom, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis.

Rapat yang dihadiri seluruh direksi Telkom dan Deputi Menteri BUMN Bidang Bidang Usaha Agro dan Industri Strategis M Zamkhani itu membahas adanya gerakan dari manajemen Telkom yang ingin mengubah Aturan Dasar/Aturan Rumah Tangga (AD/ART) perseroan dalam rangka memuluskan tukar guling saham atau aksi korporasi itu yang dianggap sejumlah kalangan merugikan perusahaan.

Bahkan, ada isu yang menyatakan aksi korporasi ini batal karena dewan komisaris Telkom menolaknya dan menyarankan untuk mengkaji bentuk aksi korporasi lainnya pada perusahaan yang bergerak di bisnis penyediaan menara itu.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga, sejauh ini belum mengajukan surat permohonan untuk tukar guling saham ke dewan komisaris. “Hingga kini saya belum ajukan surat ke dewan komisaris. Bisa ditanya juga dengan Deputi BUMN (Zamkhani),” kata Alex.

Ia pun mengklarifikasi isu miring lainnya seperti adanya upaya untuk mengubah AD/ART perseroan dimana pelepasan aset tak membutuhkan restu dewan komisaris. “:Tak ada itu usulan perubahan AD/ART seperti itu,” tegasnya.

Zamkhani pada kesempatan itu membenarkan ucapan Dirut Telkom tersebut. “AD/ART dari Telkom diubah kala Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) beberapa waktu lalu dalam rangka memenuhi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tidak ada usulan untuk mengubah dalam rangka melepas aset,” ujar Zamkhani.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi VI DPR Azzam Azman menanyakan soal pernyataan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang aksi korporasi itu yang dinilai berpotensi merugikan Telkom.

“Kami mendapatkan surat dari KPK tertanggal 24 April 2015. Katanya ini berpotensi merugikan Telkom. Apakah benar ada direksi dipanggil KPK,” ujar Azzam.

Anggota Komisi VI lainnya, Refrizal berharap dalam melihat pernyataan KPK secara fair. “Ini KPK sudah masuk ke area teknis bisnis. Harus fair juga, karena seperti dipaparkan Telkom tadi, ada persaingan dalam tender Mitratel ini,” katanya.

Sedangkan anggota Komisi VI KPK Aria Bima menilai aksi korporasi Telkom yang melakukan tukar guling saham Mitratel dengan TBIG lumayan transaparan karena banyak lembaga negara dilibatkan.

“Saya pribadi melihat ini sangat transparan karena melibatkan Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahkan KPK. Baiknya, agar fair, semua pihak itu dipanggil termasuk Menteri BUMN untuk cross check semua klarifikasi ini,” tutupnya.

Seperti diketahui, Telkom akan melepas sahamnya di Mitratel secara bertahap kepada Tower Bersama dengan cara share-swap. Tower Bersama akan menguasai 100 persen saham Mitratel dengan kompensasi Telkom memiliki 13,7 persen saham TBIG. Secara bertahap, Telkom bisa menambah sahamnya dengan beberapa syarat. Proses transaksi ini telah bergulir sejak 2014 dan batas akhir CSEA ditetapkan akhir Juni 2015.

Berdasarkan kajian sejumlah analis jika Mitratel dikembangkan sendiri oleh Telkom tak memberikan profitabilitas maksimal dengan tenancy ratio yang rendah dibandingkan pemain menara sejenis yang ada di bursa saham. Sementara jika melalui pola Initial Public Offering (IPO) hanya bisa menghasilkan nilai Rp5,5 triliun-Rp 5,9 triliun dibandingkan jika dengan “share swap” Tower Bersama bisa menghasilkan nilai Rp11,4 triliun diluar beberapa keuntungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *