Pengusaha Mebel Jatim Terancam Gagal Ekspor

Pengusaha Mebel Jatim Terancam Gagal EksporAKSI: Pengusaha mebel asal Jawa Timur terancam gagal ekspor dan kehilangan order 40 kontainer atau senilai 800 ribu dolar AS per bulan dari Amerika Serikat seiring ditahannya bahan baku penunjang produk mebel berupa kulit olahan.

“Penahanan tujuh lembar kulit olahan itu dilakukan oleh Balai Besar Karantina Hewan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Akibatnya prospek industri mebel berorientasi ekspor di Jatim semakin suram, di tengah ketatnya persaingan pasar internasional dengan industri sejenis asal Vietnam,” kata Ketua Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jawa Timur, Nur Cahyudi, di Surabaya, Minggu.

Menurut dia, kini permasalahan yang dihadapi produsen mebel berorientasi ekspor di provinsi tersebut kian meluas, baik berupa peraturan pemerintah maupun aspek ketenagakerjaan termasuk penahanan kulit olahan asal AS yang didatangkan satu perusahaan mebel di Kabupaten Mojokerto (13/3).

Tindakan itu dilakukan Balai Besar Karantina Hewan karena pengusaha mebel itu diduga tidak memiliki izin penyimpanan gudang.

“Kulit tersebut akan digunakan bahan baku penunjang produk mebel sesuai permintaan calon pembeli asal AS, di mana produk itu sebagai contoh sebelum ditandatanganinya kontrak,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pembeli AS tersebut bersedia memesan produk mebel rata-rata 40 kontainer senilai 20.000 dolar AS per kontainer ukuran 40 feet atau senilai total 800.000 dolar AS per bulan.

Order itu terancam hilang karena produsen mebel di Mojokerto tidak dapat mengirim contoh produk akibat kulit olahan ditahan pihak Balai Besar Karantina Hewan Bandara Soekarno Hatta.

“Kami menilai penahanan kulit olahan itu menghambat upaya peningkatan ekspor. Soalnya, bahan baku penunjang mebel itu telah memiliki izin masuk tapi tidak dilengkapi izin gudang penyimpanan karena bukan kulit mentah dan jumlahnya hanya tujuh lembar,” katanya.

Sementara, tambah dia, kulit olahan tergolong bahan tidak berbahaya atau low risk. Di sisi lain, aturan tentang kepemilikan izin gudang penyimpanan untuk tujuh lembar kulit olahan tidak logis mengingat bukan kulit mentah.

“Padahal, aparat pemerintah seharusnya mempermudah industri berorientasi ekspor,” katanya.

Ia menyebutkan, apabila kulit olahan itu tidak segera dapat dikeluarkan maka industri mebel di Mojokerto akan kehilangan order hampir 10 juta dolar AS per tahun dan berdampak pada menganggurnya 800 tenaga kerja.

Sebelumnya, awal tahun ini industri mebel di Jatim kehilangan order senilai 40 juta dolar AS akibat buyers asal AS dan Eropa mengalihkan pembelian ke Vietnam yang harga mebelnya lebih murah.

“Untuk itu, kami segera mengirimkan surat pemberitahuan tentang masalah itu ke Kementerian Perdagangan,” katanya.

Pada kesempatan itu, Dewan Penasihat Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur, Johanes Sumarno, mengatakan banyak industri padat karya berorientasi ekspor di provinsi tersebut terhambat oleh peraturan yang menyulitkan peningkatan kinerja, dan pemerintah perlu merespons kondisi tersebut.

“Jika pemerintah tidak memberikan respons positif terhadap dunia usaha, rencana pemerintah untuk meningkatkan ekspor hingga 300 persen tahun ini bisa terganggu,” katanya.

Sebelumnya, lanjut dia, AMKRI Jatim telah melakukan audiensi dengan Menko Perekonomian Sofyan Jalil guna menyampaikan berbagai permasalahan yang dihadapi industri padat karya meliputi aspek regulasi, perizinan, dan ketenagakerjaan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *