Kasus Bambang Secara Hukum Lemah

Kasus Bambang Secara Hukum LemahAKSI. Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bondan menyatakan bahwa kasus yang menjerat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto lemah secara hukum.

“Secara hukumnya lemah. Kalau istilah dokter, ini kasus Pak BW ada malapraktiknya di kepolisian. Begitu kira-kira, saya yakin dan saya bisa menjelaskan dengan amat terang benderang malapraktiknya di mana, tapi nanti,” kata Gandjar di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Bambang Widjojanto ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri pada hari ini sekitar pukul 07.30 WIB di Depok seusai mengantarkan anaknya ke sekolah dengan sangkaan mengarah-arahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu terhadap para saksi dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Waringin Barat 2010.

“Masalahnya begini, begitu jadi tersangka, kan non aktif sininya (KPK). Tujuannya kan itu pasti. Setiap menyerang KPK tujuannya pasti itu,” tambah Gandjar.

Gandjar mengaku sudah mengirimkan pesan singkat kepada Wakil Kapolri Komjen Pol Badrodin Haiti untuk dapat memberikan masukan.

“Saya sudah SMS Pak Badrodin Haiti minta waktu untuk beri masukan langsung supaya institusi Polri tidak malu. Nanti kalau saya buka ke publik malu, kan polisi ini jagoannya penyidikan katanya,” ungkap Ganjar.

Ia meyakini bahwa kasus itu seharusnya batal demi hukum.

“Ini kasus harusnya hangus sendiri. Batal demi hukum. Orang semua prosesnya tidak sah, siapa yang menyatakan tidak sah?” tambah Ganjar.

Penyidikan ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima Bareskrim Polri pada 15 Januari 2015. Mabes Polri langsung melakukan penyelidikan dan meningkatkan kasus menjadi penyidikan. Bambang dikenakan dengan Pasal 242 juncto pasal 55 KUHP. Saat ini Bambang menjalani pemeriksaan di Bareskrim.

Sekitar 100 orang pegiat antikorupsi sambil membawa sejumlah poster sudah berkumpul di KPK untuk memberikan dukungan kepada Bambang.

Pegiat antikorupsi tersebut antara lain mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, budayawan Butet Kertarejasa, Direktur Advokasi LBH Jakarta Bahrain, Kordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, peneliti ICW Emerson Yuntho, Direktur Pukat Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, relawan Salam Dua Jari Fadjroel Rachman, Ketua Komnas HAM Haridz Abbas, dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis Suseno, Yenni Wahid, sosiolog Imam Prasodjo dan pegiat antikorupsi lainnya,

Budayawan Butet Kertarejasa menyatakan bahwa penangkapan Bambang tersebut merupakan bentuk serangan balik atas penetapan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan dalam kasus dugaan penerimaan suap oleh KPK.

“Tentu saja (serangan balik), jadi ini akal sehat saja yang berharap, meski Polri tidak mengatakan bukan bagian dari skenario, tapi kan kita bukan rombongan orang goblok, kita punya akal sehat dan bisa membaca itu. Saya juga relawan Jokowi, saya berharap hari ini Pak Jokowi tidak diculik penjara, jadi dia segera muncul dan membuat suatu pernyataan, Jokowi untuk memperlihatkan tindakan antikorupsi,” kata Butet di gedung KPK Jakarta.

Di gedung KPK, sekitar 100-an pegiat antikorupsi berkumpul di gedung KPK dengan terus meneriakkan “Save KPK”.

Selain itu ada juga massa perlawanan dari Pekat (Pembela Kesatuan Tanah Air) yang meminta untuk menurunkan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sebagai pimpinan KPK. Massa sekitar 50 orang itu berorasi dari pengeras suara di atas mobil dengan membawa bendera, spanduk, poster dan meringsek masuk ke dalam KPK.

Polisi yang diturunkan untuk mengamankan lokasi dan mengamankan Jalan HR Rasuna Said juga dilengkapi dengan 1 kendaraan water canon.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *