Aceh Resmi Berlakukan Hukum Islam

Aceh Resmi Berlakukan Hukum IslamBANDA ACEH – Parlemen Aceh akhirnya mengesahkan Qanun Hukum Jinayah sebagai pedoman baru pelaksanaan syariat Islam. Penerapan hukum Islam berupa cambuk dan denda emas bagi pelanggar syariat, termasuk non-muslim dan anak-anak, segera berlaku di provinsi itu.

Regulasi tersebut akan diundangkan dalam lembaran daerah Aceh, setelah disahkan bersama enam qanun (peraturan daerah) lainnya dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di Gedung DPRA, Banda Aceh dini hari tadi.

Sebelum mengesahkan qanun tersebut, Wakil Ketua DPRA Tanwier Mahdi selaku pemimpin sidang, menanyai pendapat dan mendapat jawaban setuju dari anggota yang hadir mewakili fraksi-fraksi. Jumlah dewan yang hadir 29 orang dari 69 kursi.




“Dengan demikian selesailah rapat paripurna ini,” katanya sambil mengetuk palu tanda sahnya qanun tersebut sekaligus penutup persidangan, Sabtu (27/9/2014) dini hari.

Selain tentang hukum jinayah, enam qanun yang disahkan dalam waktu bersamaan adalah; Qanun Pokok-Pokok Syariat Islam, Qanun Pengelolaan Keuangan Aceh, Qanun Perubahan Pajak Aceh, Qanun Penyelenggara Pendidikan, Qanun Bank Aceh Syariah dan Qanun Ketenagakerjaan Aceh.

Dalam pandangan akhir fraksi terhadap tujuh rancangan qanun itu, empat fraksi yang ada di DPRA yakni Fraksi Partai Aceh, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PPP-PKS menyetujui semua isi dalam qanun-qanun tersebut.

Namun Fraksi PPP-PKS mengusulkan tambahan pasal pada bab pemberatan yakni hukuman terhadap pejabat publik dan aparat hukum yang terlibat jarimah (pelanggaran syariat Islam) agar dihukum lebih berat yaitu sepertiga dari hukuman yang ada.

Setelah semua fraksi menyampaikan pandangan akhirnya, rapat sempat diskors tiga setengah jam sejak, Jumat (26/9) pukul 23.30 WIB. Kemudian para pimpinan dewan, fraksi beserta unsur eksekutif menggelar rapat tertutup di Ruang Badan Musyawarah DPRA, membahas lagi tentang qanun-qanun yang disahkan.


Rapat ini berjalan alot, terutama terkait usulan 10 persen dana otonomi khusus Aceh dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam. Rapat baru dimulai kembali pukul 03.00 wib dini hari.

Sekretaris Dewan DPRA, A Hamid Zein mengatakan, berdasarkan hasil rapat tersebut maka pengubahan isi dari qanun-qanun itu akan dikembali ke masing-masing komisi di DPRA, kemudian akan dibahas lagi bersama eksekutif.

Dengan disahkannya Qanun Hukum Jinayah, maka di Aceh akan berlaku hukuman cambuk atau denda dengan bayar emas murni bagi pelaku pemerkosaan, perzinaan, pelecehan seksual, praktik gay, lesbian, mesum, perjudian, mengonsumsi minum keras dan bermesraan dengan pasangan bukan muhrim.

Bukan hanya pelaku, orang yang ikut menceritakan ulang perbuatan atau pengakuan pelaku jarimah secara langsung atau melalui media juga dikenakan hukuman cambuk.

Sanksi cambuk bukan hanya berlaku bagi mereka yang beragama Islam. Warga non-muslim, anak-anak dan badan usaha yang menjalankan bisnisnya di Aceh, jika melakukan pelanggaran syariat, juga akan dikenakan hukuman dalam qanun ini. Hanya saja bagi non-muslim diberi kelonggaran yakni bisa memilih apakah diproses dengan qanun atau hukum nasional yang berlaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed