Kehidupan Berat Pengungsi Anak Suriah

Beirut,  Sementara banyak keluarga di seluruh dunia merayakan Hari Anak Internasional dengan bermain-main dan menyaksikan festival warna-warni, Adel Al-Ghossain mengais-ngais jalan kotor dan berdebu.

Anak lelaki yang berusia delapan tahun itu mengorek-ngorek sudut jalan dan tempat sampah untuk mencari sampah yang bisa digunakan kembali buat keluarganya –yang tinggal di salah satu dari banyak kamp pengungsi Suriah di Lebanon.

Adel menumpuk kaleng dan botol plastik yang ditemukannya ke dalam dua karung yang ia bawa di pundaknya.

Bocah lelaki kecil itu mengatakan kepada wartawan Xinhua bahwa ia mengumpulkan wadah plastik, yang akhirnya akan dijual kepada pedagang yang mendaur-ulang barang tersebut. Ia hanya bisa membawa pulang dua sampai empat setengah dolar AS per hari dengan cara itu.

Meskipun buat banyak orang di seluruh dunia 1 Juni berarti mengangkat anak-anak, gambaran anak-anak Suriah yang tinggal di kamp pengungsi sangat bertolak belakang dengan perayaan di tempat lain.

Makin banyak anak Suriah yang kehilangan tempat tinggal dipaksa meninggalkan sekolah karena merekan harus menunjang keluarga mereka, sebab kemiskinan dan tiga tahun perang saudara di negara asal mereka melucuti hak dasar serta masa kanak-akan yang sehat.

Adel, yang tinggal di satu kamp di Kota Kecil Al Marj di sebelah timur Wilayah Bekaa bersama kedua orang tua dan tujuh saudara dan saudarinya, tidak bersekolah.

Dua saudaranya cukup beruntung karena bisa mendaftar ke sekolah negeri di dekat kamp mereka.

Namun bocah lelaki yang berusia delapan tahun itu mengatakan ia terpaksa bekerja akibat kemiskinan yang merongrong keluarganya, sehingga membuat mereka kesulitan bahkan untuk memperoleh makanan.

Beberapa laporan mengatakan makin banyak anak Suriah yang terdaftar sebagai pengungsi di Lebanon bekerja di pabrik dan di sektor pertanian.

Amer Obeid (14) bekerja di satu bengkel mobil dengan upah harian sebanyak enam setengah dolar.

Remaja tersebut bekerja dari pukul 07.00 sampai pukul 18.00 untuk menunjang ibunya, seorang janda, dan lima saudara serta saudarinya, untuk menyediakan makanan sehari-hari buat mereka.

“Apa yang diberikan lembaga bantuan nyaris tak mencapai 30 persen dari kebutuhan kami,” kata Obeid, demikian laporan Xinhua. Senin pagi.

“Ayah saya tewas dalam perang dua tahun lalu dan sekarang ibu saya bekerja sebagai pelayan. Kami nyaris tak bisa membayar sewa bulanan, yang berjumlah sebanyak 150 dolar.”

Seperti banyak pengungsi anak Suriah, Obeid dulu bersekolah tapi keluar untuk menunjang keluarganya.

Salma Al-Hashem, seorang pekerja sosial di Palang Merah Lebanon, tak setuju pengungsi anak Suriah bekerja, dan mengatakan organisasinya mengelola program untuk melayani kelompok khusus itu.

“Kami menyelenggarakan program hiburan khusus dan seminar peningkatan kesadaran anak buat anak-anak Suriah tapi bukan ini yang benar-benar mereka butuhkan,” kata wanita pegiat tersebut.

“Anak-anak Suriah hidup dalam ketakutan akibat kehancuran, pertempuran dan pembunuhan, lalu mereka kehilangan rumah mereka dan perlindungan negara seperti pendidikan serta perawatan kesehatan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa masyarakat internasional perlu segera bertindak guna mengatasi situasi anak yang menjadi pengungsi akibat perang dan yang, jika diabaikan dan disisihkan, dapat berubah jadi berprilaku kasar.

Beberapa sumber keamanan di Wilayah Bekaa, yang tak ingin disebutkan jatidiri mereka, memberitahu Xinhua banyak kejahatan telah dilakukan oleh dan terhadap anak Suriah yang berusia 10 sampai 17 tahun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *