Sarasehan Perempuan Jawa Barat

Sarasehan Perempuan Jawa BaratPerempuan perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukan kemampuannya dalam mengisi pembangunan sesuai yang dicita-citakan bersama. Dalam UU No.12 tahun 2003 Pasal 26 telah mencantumkan tentang kuota minimal 30% bagi keterwakilan perempuan untuk memasuki ranah politik praktis di legislatif. Artinya ruang yang diberikan pemerintah untuk para perempuan di panggung politk sangatlah luas. Kesempatan untuk memperjuangkan suara perempuan terbuka lebar. Akan tetapi, walaupun kesempatan atau peluang sebenarnya sudah terbuka lebar bagi perempuan untuk terjun ke dunia politik, dalam kenyataannya masih sangat sedikit perempuan yang menjadi anggota DPR RI yaitu masih 18% dari seluruh anggota legislatif.

Berdasarkan keprihatinan terhadap peran perempuan dalam panggung politik Indonesia saat ini, Bidang Pemberdayaan Perempuan  PW KAMMI Jawa Barat  pada hari Sabtu, 22 Maret 2014, menyelengarakan seminar di Universitas Islam Bandung (UNISBA), yang  mengangkat tema dalam seminar “ Panggung Politik Masih Butuh Perempuan???” sebagai bagian dalam rangkaian acara Sarasehan Perempuan Jawa Barat. Seminar ini bertujuan untuk mengetahui apakah panggung politik masih membutuhkan peran perempuan di dalamnya. Dalam sesi ini kami laksanakan dialog terbuka dengan calon anggota legislatif khusus perempuan yaitu Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si., M.Psi.T (Caleg DPR RI Fraksi PKS), Dra.Hj. Popong Otje Djundjunan (Caleg DPR RI Fraksi Golkar), dr. Hartati Hermes Kiemas, MQIH (Caleg DPR RI Fraksi PDIP) dan Muradi, Ph.D (Pengamat Politik/Dosen Unpad).

Menurut Dra.Hj. Popong Otje Djundjunan (Caleg DPR RI Fraksi Golkar), panggung politik bukan hanya masih butuh perempuan, tapi makin butuh perempuan untuk berada di dalamnya agar peraturan yang dibuat adalah peraturan yang pro terhadap perempuan. Ada tantangan pada caleg perempuan untuk maju bertempur memperjuangkan kursi politik. Menurut Hj. Ledia Hanifa Amaliah, M.Psi Caleg Fraksi PKS, tantangan caleg perempuan ada pada kepercayaan masyarakat yang masih mempunyai perspektif negatif terhadap perempuan. Masyarakat masih berpikir bahwa politik hanyalah ranah laki-laki karena politik merupakan wilayah keras yang tak mampu dipegang oleh wanita. Pernyataan ini pun diakui oleh pengamat politik, Muradi, Ph.D. Selanjutnya, menurut Hj. Ledia, perempuan harus mempunyai basis masa yang besar agar kelak tak perlu mengeluarkan biaya politik yang besar. “Bagi caleg perempuan, bukan Money Politik tp biaya politik bagi perempuan untuk kampanye”, sambung Bu Popong.

Hal serupa di ungkapkan dr. Hartati Hermes, MQIH (Caleg PDI Perjuangan No. urut 3 daerah pemilihan kota Bandung dan kota Cimahi), Kesehatan, pendidikan dan membangun moral dan spirittual rakyat (khususnya perempuan) harus diperjuangkan oleh anggota legislatif perempuan, karena yang lebih memahi permasalah perempuan tentunya anggota legislatif perempuan.

Di akhir sesi ini, Zurniawati, S.Kep selaku moderator mengatakan agar para Calon Anggota Legislatif perempuan kelak ketika sudah berada di DPR RI bersatu untuk membuat dan mengawal Undang-Undang yang Pro terhadap perempuan.

Dalam kesempatan ini, Bidang Pemberdayaan Perempuan membuat komitmen atau kontrak politik untuk para Caleg sebagai bukti awal keseriusan para caleg dalam memperjuangkan harkat martabat perempuan Indonesia.

Berikut isi komitmen tersebut:

  1. Menjalankan peran sebagai Anggota Legislatif yang bersih dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
  2. Memerangi tindak diskriminasi dan praktek kekerasan terhadap perempuan dan anak.
  3. Mengurangi penyebaran HIV/AIDS dengan melarang penggunaan kondom sebagai legalisasi seks bebas dan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai seks bebas.
  4. Melakukan upaya untuk memberantas Human Trafficking.
  5. Memperjuangkan hak kesehatan ibu hamil dalam upaya mengurangi angka kematian ibu dan mengawal kebijakan penggratisan biaya melahirkan serta merawatan lanjut bagi ibu dan anak.
  6. Memperjuangkan hak perempuan muslim untuk berhijab di semua lingkungan kerja.
  7. Mendukung kebijakan mengenai pengembangan potensi generasi muda untuk menjadi putra putri bangsa yang berbudaya Indonesia dan melindungi diri dari segala tindakan yang merusak moral generasi muda.
  8. Mendukung dan berpartisipasi dalam Gerakan Jabar Anti Seks Bebas (JASB).
    Komitmen ini di tandatangani oleh Hj. Ledia Hanifa Amaliah, S.Si., M.Psi.T (Caleg DPR RI Fraksi PKS), Dra.Hj. Popong Otje Djundjunan (Caleg DPR RI Fraksi Golkar), dan dr. Hartati Hermes Kiemas, MQIH (Caleg DPR RI Fraksi PDIP)serta saksi dari Muradi, Ph.D (Pengamat Politik/Dosen Unpad), Irfan Ahmad Fauzi (Ketua PW KAMMI Jabar) dan perwakilan setiap Ormawa Jawa Barat.

“Para politisi perempuan ini harus mampu menjadi benteng kebijakan di parlemen dan pemerintah. Dimana sebagian kebijakan yang diambil terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan dari perempuan. Segudang masalah tentang perempuan Indonesia menanti untuk diselesaikan, melalui mereka yang manggung di pentas politik nasional dari perempuanlah semoga menjadi jalan. Dilain pihak kebutuhan 30 persen politisi perempuan di snayan sangat jarang terpenuhi, hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi mereka para perempuan Indonesia. Maju perempuan Indonesia, maju Indonesiaku” ,ujar Irfan selaku ketua PW KAMMI Jabar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *