Kaspersky Gandeng Interpol Berantas Ransomware

Kaspersky Gandeng Interpol Berantas RansomwareKepolisian internasional atau Interpol bekerjasama dengan Intel Security dan Kaspersky Labs untuk memerangi serangan ransomware. Inisiatif tiga pihak ini guna mempersiapkan pengguna komputer dengan alat untuk mengembalikan akses pada file yang terinfeksi.

Pada situs nomoreransom.org, disediakan sejumlah cara untuk menghadapi dan menghindari serangan program jahat tersebut. Selain itu, ada pula beberapa alat untuk mendeteksi ransomware dan mendekripsi file yang diserang.

Kampanye ini juga bertujuan untuk melawan ransomware dengan mengincar aspek yang paling penting, yakni keuntungan yang didapatkan oleh penjahat siber. Dengan mempersiapkan pengguna komputer dengan alat-alat itu, diharapkan para penjahat tidak lagi bisa memperoleh keuntungan atas aksinya.

“Kami, Kepolisian Belanda, tidak bisa melawan kejahatan siber dan virus sendirian. Ini adalah tanggungjawab bersama Kepolisian, Departemen Pertahanan, Europol dan perusahaan ICT,” kata Direktur Reserse Kriminal Kepolisan Belanda Wilber Paulissen sebagaimana dikutip International Business Times.

Karena itu, dia menyambut baik kerjasama ini dan menyatakan akan berupaya sekuat tenaga untuk mengganggu skema pengerukan keuntungan para penjahat siber.

Kolaborasi ini juga berujung pada penyitaan server ransomware Shade, yang mulai beroperasi sejak 2014. Penyitaan ini memberikan kunci dekripsi pada Intel dan Kaspersky yang pada akhirnya menyediakan alat untuk diunduh para pengguna komputer.

“Masalah terbesar dengan crypto-ransomware adalah ketika data penting terinfeksi dan dikunci, mereka langsung bersedia membayar,” kata penelity Kaspersky Jornt van der Wiel.

Indonesia Peringkat 13 yang Terinfeksi Ransomware di Asia Tenggara

Indonesia tercatat sebagai negara peringkat 13 yang paling banyak terinfeksi virus tersebut di Asia Tenggara dengan jumlah rata-rata 14 kasus terjadi setiap hari, menurut riset yang dilakukan perusahaan peranti lunak antivirus Symantec.

Program jahat yang masuk dalam kategori ransomware, bisa bekerja seperti penculik. Ia mengunci akses korban atas data yang tersimpan di komputernya sendiri. Lalu lewat notifikasi, penjahat meminta uang tebusan berupa Bitcoin jika pengguna hendak mendapatkan akses kembali atas datanya itu.

Jika tidak dibayar, maka dokumen pengguna akan tersandera. Atau, korban harus menunggu sampai ada pihak, misalnya perusahaan antivirus, yang membuat penawar atau pembasmi ransomware tersebut.

“Bayangkan 14 kasus dalam sehari di negara dengan penduduk 2 juta jiwa. Bukankah itu sangat memprihatinkan?” kata Choon Hong Chee, Direktur Bisnis Konsumen Symantec Asia dalam presentasinya di Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *