Stop Provokasi di Media Sosial

Stop Provokasi di Media Sosial

Akhirnya Presiden Joko Widodo menyadari bahwa dinamika di media sosial sudah sangat meresahkan masyarakat, untuk itu harus segera ditindak tegas dan keras. Sikap presiden patut diapresiasi meskipun sudah terbilang terlambat.

Namun, dalam penindakannya aparat penegak hukum diharapkan tidak berat sebelah. Siapa pun yang melontarkan ujaran kebencian dan hoax harus ditindak, meskipun dari akun yang bertendensi sebagai pendukung presiden.

Perang di dunia maya sudah terjadi sejak Pilpres 2014. Meskipun pilpres telah usai, ketegangan di medsos tidak mereda, bahkan semakin memanas saat memasuki tahapan Pilkada Jakarta dan mencapai puncaknya ketika mencuat kasus penistaan agama yang diduga dilakukan oleh Gubernur Jakarta Ahok.

Kedua belah pihak saling memborbadir dengan berbagai amunisi berupa meme, hoaks dan sebagainya. Dinamika di media sosial menjadi sangat panas dan sudah tidak sehat. Pertarungan konvesional di lapangan telah berpindah ke media sosial.

Untuk menghentikannya, selain penegakan hukum yang tegas dan keras, Presiden bisa berinisiatif menghimbau kepada pendukungnya untuk menghentikan serangan di media sosial. Diakui atau tidak, faktanya ada pendukung Jokowi dan Ahok yang sangat intensif melakukan serangan di media sosial.

Diharapkan dengan adanya himbauan dari Jokowi, para pendukung tersebut bersedia menghentikan serangannya. Dan apabila serangan tersebut dilakukan secara terorganisir, diharapkan Presiden bertindak tegas dengan membubarkan organisasi itu.

Dengan mengendurkan serangan dari sisi pendukung Jokowi dan Ahok, maka diharapkan dari sisi yang lain juga akan melakukan hal yang sama. Namun, jika kedua-duanya tetap melakukan provokasi, maka tindakan tegas perlu dilakukan.

Di sinilah perlu kearifan aparat penegak hukum untuk bertindak tidak berat sebelah. Siapa pun yang melakukan provokasi harus ditindak. Jika aparat tebang pilih, besar kemungkinan ujaran kebencian akan semakin membesar.

Presiden Jokowi juga harusnya bertindak sebagai negarawan sejati, yaitu bersedia bertemu dengan semua kalangan. Jangan hanya kelompok itu-itu saja yang ditemui. Jokowi adalah kepala negara yang sudah seharusnya mengayomi seluruh rakyat Indonesia.

Dan yang perlu diperhatikan adalah aparat harus bisa membedakan antara kritik dengan ujaran kebencian. Kritik sangat diperlukan dalam era demokrasi. Kritik harus tetap diberi ruang sebagaimana yang telah dijamin oleh konstitusi.

 

Penulis Ketua Presidium PRIMA, Sya’roni

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *