Pernyataan Sikap FPPI Terkait Masalah Freeport

Pernyataan Sikap FPPI Terkait Masalah FreeportMilitansi adalah gemuruh massa dalam suatu gerak teratur dan efektif yang hanya mungkin dicapai melalui penggalangan ideologis dan organisasi politik yang berdiri kokoh bersama, di dalam dan untuk massa; terlihat atau tidak terlihat, terdengar atau tidak terdengar, GEMURUH ITU HARUS KITA SIAPKAN.

Seluruh tenaga dan pikiran harus kita curahkan agar posisi kebudayaan pergerakan, ideologi dan organisasi perjuangan, segera dan seutuhnya menjadi MILIK SADAR MASSA.Pada Tan Malaka kita belajar untuk tidak akan berunding bagi maling di rumah sendiri. Kasus PT Freeport Indonesia kembali mencuat lagi ke permukaan setelah munculnya perseteruan antara Pemerintahan RI dengan Freeport. Pada 2016 lalu kita diguncang dengan drama papa minta saham yang akhirnya berujung pada keputusan divestasi saham.

Kini, pengancaman PHK OLEH Freeport terhadap 3000 pegawai membuat perseteruan itu kian memanas.Sebelumnya, Freeport mengatakan mereka harus melakukan PHK karena akan menghentikan produksi sementara dalam 10 hari ke depan, terkait belum adanya kesepakatan tentang perubahan status Freeport. Melalui Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017, pemerintah mewajibkan setiap perusahaan tambang mengubah statusnya dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika tetap ingin mengekspor mineral dalam bentuk konsentrat. Aturan itu menimbulkan perseteruan dengan PT Freeport.Presiden dan CEO Freeport McMoran, Richard C Adkerson, berkeras mengikuti Kontrak Karya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.

Perusahaan asal Amerika Serikat itu mengancam akan menggugat pemerintah Indonesia melalui arbitrase internasional jika tetap mewajibkan mengubah status menjadi IUPK.

Sejarah mencatat bahwa disintegrasi bangsa terjadi karena tidak adanya penjelasan secara detail perihal identitas. Nasionalisme yang dibangun pasca kemerdekaan tak cukup menjabarkan kondisi masyarakat papua yang sejak 60-an masih menjadi negara boneka Belanda. Narasi historis kondisi masyarakat papua dari kacamata ras, bahasa lingkup geografis sungguh jauh berbeda.

Oleh karenanya pembahasan atas nasionalisme pun hanya diartikan sebagai penguasaan negara atas kekayaan Papua. Hal tersebut yang juga menyebabkan munculnya gerakan separatis oleh masyarakat papua yang menginginkan kemerdekaan secara utuh. Muatan tarik menarik konstelasi asing pun cukup mempengaruhi keinginan masyarakat papua yang ingin memisahkan diri. Motivasi mereka sesungguhnya ialah mengeruk sumber daya alam (khususnya mineral dan gas alam) Indonesia untuk kesejahteraan negara-negara ekonomi maju.

Perang berkepanjangan di wilayah Asia Barat, kegagalan menguasai negara-negara teluk, perubahan iklim, menufer ekonomi Tiongkok dan ekonomi Eropa yang belum stabil manambah daftar panjang prustasi ekonomi global negara-negara kapitalis maju khususnya Amerika. Kondisi demikian membuat negara post-kolonial seperti Indonesia dipaksa tunduk pada modal internasional dengan tetap menyediakan makanan empuk yang bisa dieksploitasi dan mendatangkan keuntungan.Pasalnya, pasca 60-an pembebasan Irian Barat, beberapa tahun kemudian sesaat setelah kontra revolusi dan rezim orba naik, justru kran investasi penanaman modal asing memulainya dengan mengeksploitasi masyarakat papua melalui PT Freeport yang hingga hari ini masih bercokol.

Tak hanya mengeruk habis sumber daya alam, bahkan tak sedikit pula tindak kekerasan yang didapatkan masyarkat papua terhadap penjagaan aparatus negara untuk melindungi Freeport. Maka, apa sebenarnya nasionalisme? Siapakah masyarakat papua? Penjabaran atas konsep identitas masyarakat papua haruslah dijelaskan secara detail untuk menjaga keutuhan sebuah bangsa. Tak hanya perihal sebanyak apa kekayaan Papua tetapi juga menjelaskan bahwa Papua adalah Indonesia tanpa penindasan dan penghisapan manusia.

Agenda Borjuasi NasionalPengajuan lima persyaratan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia oleh Pemerintah Indonesia ternyata tak cukup menjadikan masyarakat papua bebas dari penindasan. Lima persyaratan itu adalah pembangunan Papua, konten lokal, royalti, divestasi saham, dan industri pengolahan. Kontrak anak usaha perusahaan tambang asal Amerika, Freeport McMoRan, ini akan berakhir 2021 dan proses perpanjangan baru bisa dilakukan pada 2019. Freeport harus melepaskan sahamnya kepada pemerintah Indonesia sebesar 30 persen secara bertahap hingga 2019.Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Freeport wajib melepas sahamnya sebesar 30 persen ke investor lokal karena diklarifikasikan sebagai perusahaan pertambangan bawah tanah (underground mining).

Freeport hingga 2020 masih harus melepas 20,64 persen sahamnya, mengingat pemerintah sampai saat ini baru memiliki 9 persen saham Freeport.Walaupun tahap awal, Freeport hanya diwajibkan melepas 10,64 persen sahamnya pada tahun ini untuk menggenapi menjadi 20 persen kepemilikan nasional. Sedangkan 10 persen sisanya, baru masuk penawaran divestasi pada 2020.

Lantas darimanakah modal negara untuk membeli saham Freeport sebagai upaya divestasi ? Divestasi adalah pelepasan, pembebasan dan pengurangan modal. Disebut juga divestment yaitu kebijakan terhadap perusahaan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh investor asing untuk secara bertahap tapi pasti mengalihkan saham-sahamnya itu kepada mitra bisnis lokal atau proses yang mengakibatkan pengalihan saham dari peserta asing kepada peserta nasional. Dapat pula berarti tindakan perusahaan memecah konsentrasi atau penumpukan modal sahamnya sebagai akibat dari larangan monopoli. Artinya, oligarki yang akan terjadi adalah pemindahan kekuasaan.

Dari borjuasi asing diserahkan kepada borjuasi nasional. Dan tak jelas pula darimana modal borjuasi nasional. Politisasi Isu Demam PILKADA Gubernur DKI JAKARTA pun turut mempengaruhi isu Freeport. Oknum yang memanfaatkan isu ini untuk saling serang membuat isu Freeport ini bukan lagi membicarakan bagaimana seharusnya negara menyelesaikan Freeport yang sejak rezim Orba mengekspoitasi Indonesia, melainkan siapa mendukung siapa dalam isu Freeport.Semisal, sebut saja salah satu ormas yang sangat kuat mengibarkan isu penistaan agama disindir keras atas bungkamnya terhadap praktek penindasan yang dilakukan Freeport.

Masifnya media yang juga turut membantu mengalihkan isu ini tak sedikit. Sehingga, isu Freeport ini digunakan untuk kepentingan politik sumbu pendek semata. Freeport harus bertanggung jawab! Sejak 1967 Freeport menguras kekayaan papua. Justru yang terjadi dan dirasakan langsung oleh rakyat Papua akibat ekploitasian besar-besaran PT. Freeport ialah hilangnya tanah adat mereka karena di rampas, tercemarnya lingkungan di sepanjang aliran-aliran sungai serta penindasan dalam bentuk pelanggaran hak asasi manusia selama hampir 50 tahun sejak berdirinya Freeport. Agar tidak tumbuh persatuan perjuangan rakyat melawan Freeport, di Papua, Freeport secara sistematis melancarkan strategi devide et impera: mengadu domba sesama orang Papua maupun membangun sentimen kebencian orang Papua terhadap saudara Indonesianya.

Tekad semesta rakyat sudah bulat tidak akan berunding dengan maling yang mencuri kekayaan alam negerinya. Siapapun pejabat yang mempersilahkan maling masuk dan mengeruk kekayaan Indonesia berarti dia adalah musuh Rakyat. Menerima tuntutan Freeport artinya sama saja dengan mengingkari visi Nawacita dan Tri Sakti. Menyetujui Renegoisasi kontrak berarti melanggengkan praktik penjajahan gaya baru.

Maka, jangan pergi meninggalkan luka. Freeport tak hanya harus hengkang dari tanah papua Indonesia, tetapi juga membayar semua kerugian materiil dan moril atas ekploitasi selama ini.

Pernyataan Sikap Kemudian Atas pembacaan situasi nasional tersebut, maka Front Perjuangan Pemuda Indonesia Kota Jakarta membuat pernyataan sikap politik;

1. Nasionalisasi aset-aset yang dikuasai asing

2. Menolak divestasi saham yang mampu melanggengkan oligarki kekuasaan asing maupun nasional

3. Nasionalisasi aset 100 % dengan syarat pertanggung jawaban Freeport terhadap eksploitasi masyarakat papua

4. Kembalikan Kedaulatan masyarakat papua sebagai identitas Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *