Kasus Keppres Bodong, Musuh dalam selimut Jokowi Semakin Berani

Kasus Keppres Bodong, Musuh dalam selimut Jokowi Semakin BeraniPengamat komunikasi dari Universitas Trisaksi, Rama Yanti melihat kasus Keppres bodong untuk Dirjen Imigrasi menunjukan bahwa Presiden Joko Widodo sedang menghadapi bahaya yang mungkin tidak disadarinya.

“Musuh dalam selimut Presiden Jokowi terlihat semakin berani melakukan aksi yang mengatasnamakan Presiden, atau dengan kata lain memanfaatkan posisinya untuk sesuatu kepentingan pribadi atau kelompoknya,” kata Rama Yanti dalam siaran persnya Selasa (19/5).

Seperti diketahui telah terbit Keppres tentang pelantikan Bambang Widodo sebagai Dirjen Imigrasi bernomor 766P/XII/2014. Belakangan diketahui Keppres tersebut bodong (palsu), karena pada 2014 keppres terakhir bernomor 151. Itulah yang kemudian membuat Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menolak melantik Bambang Widodo.

Memang ada tiga nama yang terjaring untuk menjadi Dirjen Imigrasi dan sudah disetorkan ke presiden. Tiga nama itu yakni Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di Nusa Tenggara Timur Rohadiman Santoso, Direktur Lintas Batas dan Kerja Sama Luar Negeri Asep Kurnia, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Bambang Widodo.

Pihak istana pun membantah telah mengeluarkan Keppres itu. “Enggak pernah (mengeluarkan Keppres),” ujar Andi di Kompleks Istana Presiden, Jakarta Pusat, Senin (18/5).

Menurut Rama, yang menjadi pertanyaan bagaimana Keppres itu bisa sampai ke tangan MenkumHAM? Siapa yang memberinya?. “Dengan demikian bisa diketahui siapa pembuatnya. Tidak mungkin Keppres bisa terbit sendiri atau ada hantu yang buat,” kata Rama Yanti yang sedang menyelesaikan magister manajemen komunikasi di Universitas Trisaksti.

Lulusan Sarjana psikologi dari Universitas Atmajaya itu menduga, hal itu dilakukan oleh orang di sekitar Presiden Jokowi. “Jangan-jangan tanda tangannya juga benar tanda tangan Jokowi, karena kita semua juga belum pernah melihat wujudnya. Lagi pula Presiden tidak mungkin membaca satu persatu secara rinci semua dokumen yang ada di mejanya kerjanya,” kata Rama Yanti.

Karena itu, katanya, bisa jadi naskah Keppres itu diselumdupkan oleh seseorang ke meja Presiden lalu ditandatangan oleh Jokowi. “Bukankah masalah seperti itu bukan kali ini saja terjadi. Hal itu hampir sama dengan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Kenaikan Tunjangan Uang Muka Pembelian Mobil Pejabat Negara, yang diterbitkan kemudian dicabut. Konon Perpres 30 itu memang tidak dikehendaki oleh Jokowi. Bedanya yang satu diakui oleh pihak Istana dan yang satunya tidak diakui,” kata Rama Yanti.

Bila hal itu benar, menurut Rama Yanti, berarti ada ‘musuh dalam selimut’ Jokowi di istana. “Tujuannya ingin sekedar mengambil keuntungan untuk pribadi atau kelompoknya, atau lebih luas lagi yaitu bertujuan merusak Jokowi,” katanya.

Agar tidak terulang lagi hal-hal seperti itu, Rama Yanti mengusulkan agar Jokowi malakukan ‘pembersihan’ di dalam Istana. “Satu-satunya cara paling bagus ‘sapu bersih semua’, sebelum kerusakan semakin parah,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *