Ini yang Terjadi di Indonesia Kata Ermas Andico Syamda

Ini yang Terjadi di Indonesia Kata Ermas Andico SyamdaPengamat Reformasi dan Sejarah, Ir. KH. Ermas Andico Syamda atau akrab disapa Buya Ermas (58) kembali mengungkapkan pokok pikirannya. Ini katanya, sehubungan ‘maraknya’ fenomena mengaburkan esensi ‘keindonesiaan’. Semakin marak, ini dapat kita rasakan sejak bergulirnya Reformasi 1998. Tampaknya, ia telah merasuk ke beberapa elemen bangsa.

“Amat berbahaya, bila nilai-nilai subtil keindonesiaan seperti semakin langkanya upacara bendera di kalangan elemen pendidikan dan lainnya. Persoalan hormat bendera pun, ada yang mempermasalahkan dengan argumen tak terkira. Sebelum Reformasi 1998, sangat musykil ada yang mengatakan demikian? NKRI itu harga mati! Hormat bendera Merah-Putih sejatinya adalah perilaku yang sarat kandungan nilai universal – implementasi dari cinta tanah air, pun berlaku bagi warga negara mana pun. Bukan yang lain-lain,” ujarnya kala kedua kalinya bertemu di kota Bandung pada pertengahan September 2018.

Fenomena lain yang disoroti Buya Ermas, kondisi berbangsa dan bernegara secara ‘way of life’ dari segi prinsip dasar Pancasila, sudah luntur di banyak aspek. Menurutnya, proses Pilkada kerap bermasalah, utamanya telah menghilangkan sendi musyawarah dan mufakat. Ujungnya, pada para pemenang Pilkada akan terlibat kasus korupsi?!

Ini katanya sesuai dengan phrase lama yang kerap diungkap dari moralis Lord Acton yang juga seorang British historian pada awal abad ke-19: Power tend to corrupt, absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan, dan kekuasaan mutlak pasti disalahgunakan).

“Sejatinya, ini bukan cara kita, memenangkan suara dengan gelontoran sejumlah nilai uang. Sayangnya, praktik pragmatism ini sudah merasuk di merata tempat. Sebuah jebakan atau keterpaksaan dari sejumlah calon pemimpin bangsa, kerap harus melewati pusaran arus kuat pragmatism yang disalah-artikan,” ujar Buya Ermas dengan nada geram.

Gotong Rotong yang Hilang

Otomatis, masih kata Buya Ermas yang mau tak mau harus berpikir keras, bagaimana menghilangkan unsur negatif pragmatisme, karena ini diprediksi akan marak menjelang atau selama Pileg maupun Pilpres 2019.

“Lunturnya penerapan gotong royong dan lunturnya prinsip musyawarah mufakat, diganti dengan prinsip demokrasi ala Barat yang belum tentu ccok dengan budaya kita, maka beginilah jadinya. Nilai demokrasi Pancasila kita memang, seperti disimpang jalan,” paparnya  dengan solusi, di antaranya –“Lakukan sebelum demokrasi kita semakin kebablasan, kembalikanlah ke UUD 1945 yang otentik.”

Di akhir perjumpaan denagn Buya Ermas yang cukup memgasyikkan, kembali ia mensitir betapa perlu kajian serius bagaimana mengindonesiakan kembali Indonesia. “Tadi itu hanya contoh kecil soal hormat bendera yang disinyalir makin berkurang intensitasnya. Lainnya, lunturnya nilai gotong rotong, yang dibarengi maraknya pragmatisme liar yang tak terkendali. Segera, ini harus kita lakukan, demi mengindonesia kembali bagi bangsa kita.” begitu ujarnya dengan mantap. (Harri Safiari/RM Gun Gun)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *