Anggaran dan SDM Masih Jadi Kendala Pilkada Serentak

Anggaran dan SDM Masih Jadi Kendala Pilkada SerentakAKSI. Anggota Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Dr. Ferry Rizkiyansyah, M.Si., mengatakan, ada beberapa hal teknis yang harus diperhatikan menjelang pilkada serentak. Aspek sumber daya manusia, infrastruktur, anggaran, hingga regulasi merupakan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penyelenggara pilkada.

Pemerintah akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak pada tahun ini berdasarkan amanat UU No. 8 Tahun 2015. Penyelenggaraan ini sengaja didesain pemerintah untuk membuat serempak pelaksanaan pilkada yang sebelumnya dilaksanakan secara berbeda di setiap daerah. Namun ada beberapa hal teknis yang masih harus diperhatikan.

“SDM perlu kita kelola dengan baik, termasuk bagaimana kita mentransformasi sampai tingkat ke paling rendah,” ujar Dr. Ferry dalam acara ‘Dialog Nasional Interaktif Pilkada Langsung Serentak’ di Bale Rumawat Unpad, Jalan Dipati Ukur No. 35, Bandung, Selasa (16/06).

Menurut Dr. Ferry, regulasi yang dikeluarkan KPU pusat harus bisa disampaikan dengan baik hingga tingkat Komisi Panitia Pemungutan Suara (KPPS). Untuk itu, pengelolaan SDM menjadi salah satu aspek penting agar pelaksanaan Pilkada serentak dapat berjalan optimal.

Di sisi regulasi, ada perbedaan dari pelaksanaan pilkada serentak dengan pilkada sebelumnya. Jika sebelumnya tanggung jawab pelaksanaan pilkada ada di tangan KPU daerah, maka pada pelaksanaan pilkada serentak tanggung jawab akhirnya ada pada KPU pusat. Tentunya tanggung jawab ini didukung oleh KPU Provinsi/Kota yang menindaklanjutinya dengan penemuan teknis di lapangan.

“Kita sudah upayakan regulasi seoptimal mungkin,” ujarnya.

Saat sisi SDM, regulasi, dan infrastruktur yang sudah baik tentunya harus didukung dengan anggaran yang memadai. Dr. Ferry berpendapat, anggaran pilkada berasal dari APBN sehingga diharapkan dapat terkelola dengan baik.

“Permasalahannya secara subtansi, pilkada itu rezim Pemilu atau Pemerintah? Ketika MK memutuskan bahwa pilkada itu bukan rezim Pemilu tapi Pemerintah Daerah, maka terjadi perdebatan apakah dibiayai oleh APBN atau APBD?,” papar Alumni Unpad tersebut.

Lebih lanjut ia menuturkan, jika pilkada dibiayai APBD, maka anggarannya harus dimasukkan pada saat penyusunan APBD di awal tahun. Hal ini yang masih menjadi kendala pelaksanaan pilkada setidaknya di 68 wilayah di Indonesia.

Namun, lebih jauh Dr. Ferry menilai, pelaksanaan pilkada serentak ini dinilai masih belum efisien. Pasalnya, masa jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota di beberapa daerah tidak sama. “Kalau nanti Gubernur, Walikota/Bupati sudah bersamaan, saya yakin itu sudah efisien,” kata Dr. Ferry.

Sementara itu, pakar politik Unpad, Muradi, PhD., menyoroti praktik kecurangan yang kerap terjadi pada pilkada. Politik uang menurutnya masih menjadi catatan di beberapa daerah.

“Di beberapa daerah, partainya jelas-jelas mengatakan tidak membebankan biaya pendaftaran untuk calon yang maju. Tetapi akhirnya menjadi otonom karena itu menjadi kebijakan pengurus di provinsi maupun kabupaten kota,” kata Muradi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *