Akhmad Muqowam: PPP Sekarang Tidak Punya Taji

Akhmad Muqowam: PPP Sekarang Tidak Punya TajiSalah satu tokoh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Akhmad Muqowam menyindir kepengurusan partainya yang setahun lebih diwarnai konflik internal telah menjadikan PPP tidak lagi mempunyai taji dan kekuatan sebagai partai besar seperti dulu.

“Dulu PPP ini partai yang ‘jelas’ kok. PPP itu partai yang ‘jelas’ di republik ini. PPP ini sudah menjadi partai aset republik. Eman-eman (sayang-sayang) kalau terus berkonflik. Dulu mana ada PPP menjadi ‘ayam sayur’ seperti sekarang,” tutur Muqowam belum lama ini.

Mantan anggota DPR dua periode yang kini duduk di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu merasa sangat prihatin dan menilai PPP saat ini benar-benar sangat lemah baik di eksekutif maupun parlemen. “Sekarang PPP malah menaruh lehernya kepada pemerintah ’tolong sembelih saya’. PPP jadi ‘ayam sayur’ sekarang, ‘sembelihlah saya’. Bagaimana sih,” kata Muqowam.

Bagi Muqowam islah adalah harga mati yang harus dilakukan sebelum menggelar muktamar untuk memilih ketua umum yang baru. Upaya islah yang kerap disebut-sebut selama ini juga dimaknai berbeda-beda sampai saat ini.

“Ada muktamar dulu baru islah, ada islah baru mukmatar, ada islah sambil muktamar, dan ada muktamar sambil islah. Jadi idealnya adalah memang duduk dulu bersama (islah) setelah itu berangkat bareng-bareng. Jangan kita langsung bertemu di sana (muktamar),” kata dia.

“Posisi islah itu bisa jadi islah atas nama saja. Masyarakat umum kan tidak tahu yang dimaksud islah itu positioning-nya dimana,” tambah Muqowan yang sejak dulu meyakini tidak mungkin ada islah di saat muktamar.

Menurut Muqowan persoalan berat terkait islah yaitu menyatukan pengurus provinsi dan kabupaten. “Sudah vertikal menyeruak sampai ke bawah dampak dari konflik di pusat selama ini. Masalah ini tidak sederhana. kalau setahun yang lalu barangkali masih lebih mudah untuk menyatukan pengurus yang di bawah,” ujarnya.

Lebih lanjut Muqowan menilai aneh dan keliru atas keputusan Menkum HAM yang memperpanjang kepengurusan PPP hasil Muktamar di Bandung pada 2011 silam tanpa ada yang meminta dari pihak PPP.

“Tidak pernah diminta oleh PPP tapi kok malah dikasih keputusan seperti itu. Apakah audensi itu bisa dijadikan sebagai landasan? kan tidak. Harus ada formal dong yang minta siapa. Ini kan enggak pernah ada yang minta tapi kok dikasih,” bebernya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *