Hati-Hati Revisi UU Migas Rawan Intervensi Asing

Hati-Hati Revisi UU Migas Rawan Intervensi AsingAKSI.  Indikasi mengapa UU Migas No 22/2001 disebut sarat dengan kepentingan asing adalah proses pembuatan drafting UU ini dibiayai oleh USAID sebesar US$ 22 juta dengan maksud sektor migas di liberalisasi dan harga mengikuti mekanisme pasar serta pemain asing bisa masuk di sektor hilir yang gurih dan minim resiko bisnis.

M. Adnan Rarasina Koordinator Indonesia Energi Watchb (IEW) mengatakan, pertama kali draft Rancangan UU ini diajukan oleh Mentamben Kuntoro Mangkusubroto tahun 1999 di zaman Habibie tetapi kemudian ditolak DPR. Sejak Mega berkuasa Juli 2001, RUU ini diajukan kembali ke DPR dan pada November 2001 keluarlah UU migas No 22/2001 dengan proses kilat hanya 5 bulan yang digawangi Purnomo Yusgiantoro & Boediono

“Pembuatan UU yang dibiayai oleh asing/aseng biasanya mengandung prasyarat dan biasanya dengan berupa bantuan lunak yang dikenal sebagai loan-tied-law atau UU yang dikaitkan dengan pinjaman.Tawaran Bank Dunia beberapa waktu lalu sebesar US$ 12 miliar kepada Jokowi yang berdekatan dengan waktu diajukannya revisi UU migas ke DPR ini, dapat dibaca sebagai modus operandinya,” menurutnya.

Adnan menambahkan, di satu sisi yang jadi isu panas dalam revisi UU ini adalah soal Blok migas yang habis masa kontraknya seperti blok Mahakam dimana selama ini pengelolaannya menggunakan production sharing agreement (PSA). PSA bukan satu-satunya model, ada juga model Joint Operation, ada lagi model Ownership Seperti BUMNnya Saudi.

“Saudi Aramco menggunakan bentuk kepemilikan saham mayoritas sedangkan asing minoritas. Sistem kepemilikan mayoritas ini lebih efektif karena cost-control nya bisa dilakukan secara internal. Wakil dari pemerintah dalam hal ini dapat diwakili oleh BUMN migas yaitu Pertamina dapat duduk didalam manajemen. Ikut melakukan kontrol manajemen sehingga mempermudah proses alih teknologi,” terangnya.

Lanjutnya, meski soal blok pengelolaan blok Mahakam sudah diserahkan kepada pertamina dengan keluarnya Permen ESDM Nomor 15/2015, bukanlah hal yang tidak mungkin dianulir kembali di DPR karena status UU yang lebih tinggi dari peraturan menteri.

“Disisi lainnya soal BUMN khusus migas yang direkomendasi oleh Faisal Basri cs dalam revisi kali ini. BUMN khusus yang digadang sebagai pengganti SKK migas ini menurut kami tidak mendesak urgensitasnya kebutuhannya. Seperti selama ini terjadi disektor hulu migas terjadi inefisiensi tinggi, adanya tumpang tindih kewenangan, birokrasi baru yang tambun dan pusat korupsi serta membuka peluang pemburu rente masuk kembali dalam bentuk baru. Soal kewenangan SKK migas ini bisa dibuat sistem satu atap dibawah Pertamina sehingga kehadiran BUMN khusus migas ini tidak diperlukan lagi,” paparnya.

“Untuk itu seluruh elemen rakyat terutama masyarakat migas merah putih untuk terlibat aktif mengawasi proses pembahasan revisi UU migas ini di DPR .Tentang jual beli pasal dalam proses pembuatan UU bukan hal baru lagi. Kekuatan negara & koorporasi asing yang sangat berkepentingan dengan UU ini lewat mitra-mitra strategisnya seperti USAID, ADB, IBRD, World Bank tidak akan tinggal diam karena terkait dengan kepentingan strategisnya untuk mengeruk kekayaan Indonesia,” tandas Adnan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *