Rokok Elektrik Berpotensi Tingkatkan Prevalensi Perokok Pemula

Rokok Elektrik Berpotensi Tingkatkan Prevalensi Perokok PemulaPeredaran rokok elektrik di Indonesia dinilai berpotensi meningkatkan prevalensi perokok pemula karena memiliki efek yang tidak jauh berbeda dibandingkan rokok biasa. Oleh sebab itu, produk pengganti tembakau ini mesti dibatasi dan tidak direkomendasikan sebagai terapi berhenti merokok.

Hal itu ditegaskan oleh Kepala Sub-Direktorat Pengawasan Produk Tembakau Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Moriana Hutabarat dalam diskusi publik “Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains, Kebijakan, dan Regulasi Kesehatan Masyarakat” di Jakarta, Kamis (28/3/2019). Dalam diskusi, sejumlah peneliti menawarkan rokok elektrik sebagai solusi mengurangi prevalensi merokok di Indonesia.

Menurut Moriana, peningkatan perokok pemula sudah terjadi di negara-negara yang melegalkan rokok elektrik. Sebagai contoh, Amerika Serikat tahun lalu melayangkan 1.300 surat teguran kepada distributor dan produsen rokok elektrik. Sebab, banyak remaja yang sebenarnya bukan perokok, menjadi konsumen rokok elektrik.

“Bisa dibayangkan rokok elektrik dijadikan terapi berhenti merokok di Indonesia. Prevalensi perokok pemula saja sekarang terus meningkat. Apakah kita mau berikan lagi rokok yang seperti ini, yang akan menambah lagi perokok usia muda untuk mencoba? Negara maju saja kerepotan,” kata Moriana.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi merokok pada penduduk usia 10-18 tahun sebesar 9,1 persen, naik dari 7,2 persen pada tahun 2013. Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan prevalensi kelompok umur itu hanya 5,4 persen.

Acara diskusi publik “Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains, Kebijakan, dan Regulasi Kesehatan Masyarakat” yang diadakan Kabar dan Chapters di Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Moriana melanjutkan, klaim bahwa rokok elektrik aman bagi kesehatan belum terbukti. Dari forum yang diikuti Moriana dan 1.500 peneliti khusus nikotin dan tembakau di San Fransisco, Amerika Serikat, Februari lalu, tidak ada yang menyebutkan rokok elektrik aman.

“Hasil penelitian mereka, belum ada yang memutuskan rokok elektrik aman. Jadi istilah rokok elektrik less harmfull (kurang berbahaya) perlu dibuktikan lebih banyak. Food and Drug Administration AS yang pengendalian tembakaunya bagus, tidak menyebut itu less harmfull, tetapi hanya produk modifikasi,” ujar Moriana.

Menurut Moriana, dampak negatif rokok elektrik lebih banyak jika dibandingkan manfaatnya dalam menghentikan untuk merokok. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan tidak menganjurkan rokok elektrik sebagai terapi untuk berhenti merokok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *