Liburan Pelancong Serbu Factory Outlet

Liburan Pelancong Serbu Factory OutletDi musim liburan panjang seperti sekarang, Bandung menjadi salah satu destinasi wisata incaran para pelancong dari berbagai kota dan bahkan negara tetangga. Selain untuk berwisata kuliner, juga berwisata belanja.

Untuk jenis wisata yang terakhir disebut itu, kebanyakan pelancong menyerbu factory outlet atau one stop fashion macam The Parlor. Mereka, terutama kaum muda, memborong gaya busana yang kini sedang digemari: street wear.

Ini diakui oleh Hendra Araji, vokalis grup band pop Angsa dan Serigala, yang juga bertindak sebagai tim kreatif dan promisi The Parlor. Ia sendiri mengelola lini busana (clothing distro) Greenlight, Famo dan Moutley.

Gaya street wear yang sedang marak di Bandung menyentuh banyak kalangan, tak terkecuali musikGaya street wear, yang sedang marak di Bandung, menyentuh banyak kalangan, tak terkecuali musik. (Masyaril Ahmad)

“Sekarang [fenomena fesyen di Bandung] lebih ke casual street wear, urban,” katanya kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu. Meski begitu, tak dimungkiri ada banyak pilihan brand lain yang tak kalah bagus dan kompetitif.

Diakui Araji, “Mayoritas orang Indonesia khususnya memang masih menganggap fesyen adalah tren. Industri fesyen adalah tren.” Tak heran bila gaya orang-orang seolah tampak kembar, karena sama-sama terkena demam tren street wear.

“Jadi,” ia menambahkan, “semua orang yang following tren ingin [street wear] itu menjadi produk fesyen, kemudian pelaku bisnis mengakomodir yang diinginkan masyarakat, jadi itu yang bikin stereotype—kembar. Itu enggak salah.”

Bila dipandang dari segi bisnis, menurut Araji, itu justru bagus. “Tapi mungkin pada akhirnya, yang menentukan adalah konsumen: ada yang mau, ada yang menolak, ada yang enggan dikembari, dan ada yang bosan.”

Street wear, dikatakan Araji, bersifat umum. Gaya busana yang satu ini bisa menyentuh berbagai kalangan. tak terkecuali musik. “Di street [jalanan] itu semua kalangan ada. [Termasuk] orang dengan taste musik yang berbeda-beda.”

Apa pun pilihan musiknya, diyakini Araji, bisa dilampiaskan melalui cara berpakaian. Bila ingin beda, ia menyarankan gaya yang lebih cult dan cutting edge. Banyak lini busana lokal yang menggunakan desain semacam itu.

Araji tak gamang mengakrabi dua dunia sekaligus—musik dan fesyen—lantaran telah lama berkecimpung di lingkungan kreatif. Sejak dua tahun terakhir, ia menjadi tim kreatif Greenlight dan Famo yang memiliki 140 cabang se-Indonesia.

Kedua dunia, menurutnya, saling berkaitan, sama-sama membutuhkan pemahaman strategi serta tren. “Fesyen dan musik adalah satu substansi yang memang mempunyai dua sisi, seperti koin. Jadi tidak bisa dipisahkan.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *