Angga Dwimas Sasongko Siapkan Film Laga “Lelawa”

Angga Dwimas Sasongko Siapkan Film Laga "Lelawa"Usai sukses lewat film Surat dari Praha dan Filosofi Kopi, sutradara Angga Dwimas Sasongko tengah menyiapkan film laga perdananya yang berjudul Lelawa.

Dibintangi Chicco Jerikho, Arifin Putra dan Lukman Sardi, film ini beranjak dari kisah nyata tentang operasi penyelamatan yang dilakukan pasukan khusus Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat terhadap pesawat yang dibajak oleh kelompok teroris.

Lelawa, diambil dari nama sandi atau kode pasukan khusus dalam aksi penyelamatan tersebut, yakni Kelelawar. Nama sandi tersebut disingkat dengan tujuan menjadi universal, baik untuk tayang di Indonesia maupun jika harus diputar di tingkat internasional.

“Tidak hanya menceritakan kehebatan pasukan elit Indonesia, tapi juga ada sisi kemanusiaannya,” ujar Angga dalam pengenalan film Lelawa di Jakarta Selatan, Senin (19/12).

Ia menambahkan, film ini terinspirasi dari kisah nyata terjadinya peristiwa operasi penyelamatan Pesawat Garuda DC-9 ‘Woyla’ yang dibajak kelompok teroris Komando Jihad pada 28 Maret 1981 di Thailand. Pembajakan tersebut berhasil digagalkan oleh para pasukan khusus TNI AD yang tergabung dalam Komando Pasukan Sandi Yudha, yang kini dikenal dengan nama Komandan Pasukan Khusus (Kopassus).

Dari catatan produksi, tim Kopassus Indonesia menjadi satu dari empat negara yang mampu membebaskan sandera dan membunuh pelaku pembajakan, selain Jerman (GSG 9), Isreael (Mossad), dan Singapura (SOF).

Cerita perjuangan seperti itu, kata Angga, belum banyak diketahui oleh masyarakat. Karenanya, ia menyambut positif ide proposal kisah film yang diajukan oleh sang penulis skenario, Salman Aristo.

“Kami ingin punya judul menggunakan bahasa Indonesia. Lelawa itu dari kata ‘kelelawar’ yang menjadi kode dari pasukan dan karena sifat pasukannya seperti kelelawar. Kalaupun dirilis secara internasional, judul tersebut tetap memakai bahasa Indonesia, tanpa harus diterjemahkan,” ujarnya beralasan.

Angga mengungkapkan, Lelawa akan menggunakan latar waktu antara 2016-2017. Cerita dalam film juga akan diubah dan ditambah, sehingga tidak sama persis dengan kejadian aslinya. Namun, seperti cerita aslinya, selain di beberapa wilayah di Indonesia, syuting juga akan dilakukan di Penang, Malaysia.

“Selain menggambarkan peristiwa pembajakan, kami juga membangun adegan aksi yang menghibur,” ujarnya menambahkan.

Dalam proses pengambilan gambarnya, Angga mengatakan dia juga akan menampilkan jajaran alat utama sistem pertahanan (alutsista) asli milik TNI yang kini telah mengalami peremajaan.

Persiapan film

Sementara itu, Salman Aristo menuturkan dalam film ini dirinya mengeksplorasi sisi kemanusiaan prajurit pasukan khusus. Di antaranya, bagaimana sikap prajurit saat harus mengambil keputusan yang sulit di saat-saat genting.

“Banyak sekali keputusan sulit dan benturan kemanusiaan dari orang-orang yang ada di ranah ini, misalnya, seberapa cepat pelatuk harus ditarik, dan apakah keputusan membunuh itu tepat atau tidak, dan lain sebagainya,” ujarnya.

Salman pun menyayangkan kenyataan bahwa di Indonesia masih sangat sedikit film yang mengangkat kisah seperti ini. Padahal, tuturnya, para pasukan khusus itu berani mengorbankan nyawa mereka agar masyarakat tetap bisa menjalankan kehidupan sehari-hari secara aman.

Rosa Rai Djalal, selaku produser Lelawa dari Chanex Ridhall Pictures berharap nantinya film ini bisa mengedukasi masyarakat mengenai keberhasilan pasukan elit dalam menggagalkan aksi terorisme. Terlebih lagi, film ini diharapkan bisa menumbuhkan kebanggaan dan kecintaan masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap kekuatan militer Indonesia, khususnya pasukan elit.

“Kami sudah bertemu dengan dua komandan pasukan khusus. Untuk masalah teknis, kami akan selalu berkoordinasi dan melibatkan mereka,” ujarnya.

Film laga perdana

Lelawa menjadi film bergenre laga pertama bagi Angga Sasongko. Ia mengaku tertantang membuat film laga karena, sebagai seorang sutradara, ia ingin mengeksplorasi diri setelah menggarap tiga film yang bergenre drama, yakni Cahaya Dari Timur: Beta Maluku (2013), Filosopi Kopi (2015), dan Surat dari Praha (2016).

Menurutnya, untuk menjadi sutradara yang lengkap, dirinya harus berani mencoba sesuatu yang lebih besar, salah satunya adalah dengan membuat film laga.

Angga bercerita, pada saat ia kecil, ayahnya sering mengajaknya menonton film-film bergenre laga. Dari kebiasaan itu, ia mulai mengenal film pertama kali.

“Sebenarnya action adalah bagian dari diri saya. Saya bahkan mengenal film dari action dan baru menonton drama saat SMA. Akhirnya sekarang bisa mulai dikerjakan, setelah sebelumnya hanya membuat film pendek,” ujarnya.

Sineas kelahiran 1985 ini menuturkan, sebelumnya ia pernah menggarap proyek film pendek bergenre laga. Dari sana, ia mendapat pengetahuan dan pengalaman soal bagaimana disiplin kerja dalam mengerjakan film laga.

“Memang berbeda. Jumlah departemen film action lebih banyak daripada genre lain, banyak sekali hal-hal detail yang secara pre-produksi butuh kedisiplinan dibanding drama, yang bisa lebih mengandalkan respon atau improvisasi di lapangan. Ini kan lebih banyak elemen, jadi tidak seenaknya bisa berubah pikiran,” katanya.

Selain itu, menurut Angga, bujet yang dibutuhkan film laga pun jauh lebih besar dari genre film lainnya. Ia bahkan menyebut dana yang dibutuhkan untuk produksi Lelawa merupakan yang tertinggi baginya.

“Kami akan membangun pesawat sendiri, bukan pesawat kecil, tapi pesawat Airbus yang ada dua lorong. Jadi ini bakal butuh bujet besar. Selama karier saya belum pernah bujet sebesar ini,” ujarnya.

Ia melanjutkan, “Syutingnya juga cukup panjang, sekitar dua bulan. Lokasi tidak hanya di Indonesia dan tidak hanya di pesawat, karena ketika kita bicara soal pembajakan di udara, ada banyak ruang di darat yang merespons apa yang terjadi di pesawat.”

Film Lelawa akan menjadi film kolaborasi Chanex Ridhal Pictures dengan perusahaan film milik Angga, Visinema Pictures.

Latihan khusus bagi pemeran

Lukman Sardi mengatakan, ia dan seluruh pemeran dalam film Lelawa akan menjalani latihan khusus yang telah disiapkan oleh sutradara. Meski belum mau menyebutkan namanya, pelatihan itu, tuturnya, akan dikomandoi oleh salah satu pasukan elit Indonesia.

“Pasti ada tahap (latihan khusus) itu, karena harus bikin film ini menjadi seperti sesungguhnya terjadi,” ujarnya.

Lukman mengaku senang akhirnya bisa memerankan karakter di film yang disutradarai Angga. Ia menuturkan, dirinya semakin ingin bekerja sama dengan Angga setelah menonton film Surat dari Praha.

“Apalagi film Lelawa ini konsepnya bagus dan karakternya kompleks,” katanya.

Sepakat dengan Lukman, Arifin Putra juga berpandangan bahwa Angga adalah sutradara yang sangat perfeksionis. Selain itu, ia mengaku langsung mengambil peran dalam Lelawa karena ditulis oleh Salman Aristo.

“Dari dulu ingin sekali bekerja sama dengan Salman yang gaya ceritanya sangat humanis dan seru,” ujarnya.

Saat ini, tim produksi sedang mengerjakan proses pre-produksi, dengan pengambilan gambar dijadwalkan mulai akhir Maret 2017. Lelawa diperkirakan akan dirilis di Indonesia pada Desember 2017.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *