Sampurasun Purwakarta World Ethnic Festival

Sampurasun Purwakarta World Ethnic FestivalPemerintah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, menggelar rangkaian pertunjukan seni budaya tradisional dalam Sampurasun Purwakarta World Ethnic Festival. Gelaran acara ini dihelat selama sebulan sejak akhir Juli hingga akhir Agustus 2016. Rangkaian acara pun sudah digelar mulai Rabu malam, 20 Juli 2016.

Acara ini nantinya juga akan melibatkan para seniman dari 10 negara. Mereka akan tampil pada pertunjukan di akhir festival. Pertunjukan perdana menampilkan sendratari Sunda Sawala Karahayuan menandai kegiatan sidang paripurna istimewa DPRD Purwakarta sekaligus memperingati Hari Jadi Purwakarta yang ke-185, pada 20 Juli 2016. Tarian ini akan ditampilkan di Taman Maya Datar, komplek perkantoran Purwakarta.

Salah seorang panitia festival ini, Asep Supriatna mengatakan, gelaran Sawala Karahayuan akan mengelaborasi kegiatan sidang paripurna istimewa DPRD dengan tata-cara tradisional khas Sunda. Para pimpinan dan anggota Dewan, Bupati, dan jajarannya hingga kepala desa diharuskan mengenakan pakaian adat Sunda. Pria memakai baju pangsi lengkap dengan ikat kepalanya dan yang perempuan memakai kebaya.Upacara hingga pidato pun menggunakan Bahasa Sunda. “Pokoknya, semua nyunda,” ujar Asep kepada Tempo, Rabu, 20 Juli 2016.

Usai pertunjukan Sawala Karahayuan, dilanjukan perhelatan panggung Tatar Sunda Cirebonan, panggung nusantara, gelaran budaya provinsi dari seluruh Indonesia, semarak kemerdekaan dan pawai mobil hias disambung acara pemecahan rekor MURI pengucapan salam khas Sunda sampurasun.

“Semua even dari semua perhelatan itu akan dilangsungkan setiap Sabtu malam setiap akhir pekan di beberapa lokasi wisata di Purwakarta,” ujarnya lagi.

Pada pertunjukan akhir festival, 10 negara peserta akan tampil dengan atraksi budaya mereka. Pertunjukan puncak ini akan berlangsung pada Sabtu malam, 27 Agustus 2016.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan tema etnik sengaja dibesutnya karena penjaga tradisi dan etnik sudah mulai terpinggirkan di tatanan nasional. Sehingga dirinya merasa perlu menegaskan kembali bahwa Nusantara ini dibangun dalam kerangka etnik yang tersebar di seluruh wilayah. Dedi menilai bahwa kelangsungan budaya lokal hari ini mengalami ancaman yang sangat serius akibat derasnya arus industrialisasi yang massif ke semua wilayah Indonesia.

“Bukan sekedar ingin berfestival, tetapi kami ingin menyuarakan nilai-nilai kearifan ini agar warga dan pemimpin di Indonesia dan dunia mengetahui ini lah yang harus mereka jaga bersama-sama,” ujar Dedi.

Dedi berujar bahwa di Indonesia, ada banyak masyarakat adat yang keberadaannya harus lebih dimaksimalkan untuk menjaga khazanah kebudayaan bangsa Indonesia. Mereka konsisten menjaga nilai adat dan lingkungannya tanpa pernah memperoleh pengakuan.

Misalnya, suku Baduy di Banten, di Sumatera ada suku Anak Dalam, di Papua ada suku Dhani. Lalu di belahan dunia, di Amerika ada suku Indian, di Australia ada suku Aborigin. Mereka berjasa besar namun kurang mendapat perhatian pemerintah. “Kami ingin mereka dihormati berikut dengan cara pandang hidupnya,” ujar Dedi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *