Pertaruhan Demokrasi di Mesir

Pertaruhan Demokrasi di MesirAksi.co – Gerakan demokratisasi Mesir, buah dari gerakan yang sama yang menyapu kawasan, terhenti ketika Mohammed Morsi dilengserkan militer pada 3 Juli.

 Militer di bawah pimpinan Jenderal al-Sisi turun tangan menyusul unjuk rasa besar di Lapangan Tahrir, yang diikuti oleh kelompok-kelompok yang kecewa dengan kinerja pemerintah Morsi, yang baru memerintah selama kurang lebih satu tahun.

Militer membentuk pemerintahan transisi yang diberi mandat menyiapkan pemilu baru.

Tindakan militer mencopot Morsi mendapat tentangan keras Ikhwanul Muslimin, kelompok asal Morsi.

Para pendukungnya menggelar aksi di setidaknya dua tempat di ibukota Kairo, mendesak Morsi diangkat kembali menjadi presiden.

Aksi yang berlangsung selama beberapa pekan ini dibubarkan paksa, menyebabkan ratusan orang tewas.

Tindakan keras aparat keamanan memicu protes internasional. Uni Eropa menggelar pertemuan darurat dan mengatakan mungkin bantuan untuk Mesir akan dibekukan.




Apa komentar Anda soal krisis Mesir ini?

Apa solusi yang bisa ditawarkan untuk menengahi ‘pertarungan’ antara militer, Ikhwanul Muslimin, dan kelompok lain seperti sekuler-liberal?

Apakah Indonesia bisa memainkan aktif dalam masalah ini, mengingat Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia?

 Pendapat Anda

“Susah diurus kalau Arab. Demokrasi atau tidak ujungnya tetap sama: penindasan. Morsi yang terpilih secara demokratis malah bertindak lebih tidak demokratis dibanding Mubarak yang tak dipilih secara demokratis. Bagi bangsa lain termasuk kita, cukup nonton saja kali.” Gandrung Asmoro, Banjarnegara.

“Mesir dahulu sebagai negeri para ulama dan sekarang diragukan karena terlihat nuansa ketamakan ingin menjadi penguasa dengan mengorbankan rakyat yang tak bersalah. Militer sebagai alat negara tidak sepantasnya membunuh rakyat tak bersalah. Mungkin dinamakan pagar makan tanaman karena sebagai pengayom masyarakat tak pantas berbuat demikian. Demokrasi bukan suatu yang baru bagi Islam karena Islam mengajak untuk selalu besikap moderat untuk dapat berlaku adil.” Nazir, Jakarta.

“Yang terjadi di Mesir merupakan bukti betapa keinginan yang tidak baik selalu mendorong manusia melakukan kejahatan. Alasan militer mesir mengakhiri kekuasaan Morsi sebagai presiden dengan segala alasannya adalah disorong oleh nafsu serakah ingin berkuasa. Begitupun rakyat yang membela Morsi juga didorong oleh nafsunya, bukan keinginan baiknya sebab kalau keinginan baik yang diharapkan maka tidak mungkin kedua belah pihak sampai bunuh-bunuhan. Solusinya adalah masing-masing menahan diri.” Damanhuri Aly, Balikpapan.

“Saya tidak tahu apakah Morsi dengan sistem demokratisasinya kebablasan atau memang ada oknum yang menginginkan Morsi turun dengan menggunakan militer sebagai tamengnya. Tapi yang saya sesalkan di sini apakah masalah Mesir tidak bisa diselesaikan secara damai. Saya mengecam ulah brutal militer sehingga rakyat Mesir yang tidak bersalah menjadi korban. Militer harusnya menjadi pengayom, pelindung dan bukan musuh rakyat. Saya hanya berharap masalah Mesir segera selesai dan mendapat jalan keluar terbaik.” Wahidahwati, Surabaya.

“Mari kita bersama-sama berdoa agar pemerintahan Mesir yang sekarang, seluruh rakyat Mesir, dan juga pada semua pihak yang terkait kepada mereka semua ditunjukan jalan yang kurus. Jalan yang Berkenan bagiNya, bukan jalan yang dimurkaiNya.” Janrico, Balikpapan.

“Prihatin melihat kondisi masyarakat Mesir yang saling membunuh di antara sesama saudara mereka sendiri. Kebiadaban demokrasi semestinya presiden Musi yang terpilih secara demokratis tidak harus digulingkan atau kudeta seperti itu kalau mereka benar-benar menghormati dan menjunjung tinggi demokrasi. Banyak cara yang bijaksana bisa ditempuh untuk menyelamatkan negara. Tidak ada yang tidak bisa selesai dengan melalui musyawarah.” Arifuddin, Nunukan.




“Perang saudara yang menyedihkan. Tidak banyak atau sedikit sekali yang bisa diharapkan dari hasil perang saudara. Walaupun sudah reda, rasa dendam di masing-masing pihak akan lambat hilangnya.” Denny Indrawan, Bandung.

“Dukung mursi dong. Demokrasi itu adalah ideologi pembantaian manusia, ideologi fitnah, ideologi khianat, palsu dan sebagainya. Dalam demokrasi tidak ada persahabatan yang abadi, tak ada kawan nan sejati, yang ada hanya kepentingan pribadi serta pemaksaan kehendak pribadi yang jadi penguasa.” Marjul, Siak.

“Yang menentukan Mesir ke depan adalah masyarakatnya sendiri. Perlu diperhatikan, dalam membentuk pemerintahan harus melibatkan banyak komponen. Lepas dari apa pun yang terjadi, militer pasti akan runtuh oleh azab Allah sebab mesir dianggap sebagai negara paling modern di Timur Tengah dan jumlah penduduk terpadat. Lebih dari itu, Mesir adalah negara tempat peradaban manusia awal dibangun. ” Imam Taufik, Semarang.

“Semoga damai kembali di tanah Mesir. Morsi tidak seharusnya dikudeta oleh militer karena memang ia dipercaya untuk memimpin Mesir. Seharusnya militer Mesir bisa belajar dari Indonesia. Ini mirip dengan pergantian era Soeharto ke reformasi. Militer harus kembali ke barak dan netral.” M Riki Yulandi, Palembang.

“Militer Mesir tidak dewasa dalam bernegara. Mohammed Morsi, disukai atau tidak, adalah presiden terpilih secara demokratis. Kita berharap tadinya, Mesir akan menjadi model demokrasi Islamis di Timur Tengah. Apa yang sudah terjadi, di luar dugaan siapun, dan ini akan menghancurkan Mesir sebagai negara besar.” Rizal Bustami, Bogor.

“Hahaha… Jujur saja, seluruh dunia sudah tahu siapa pemain di balik layar yang terjadi di Mesir? Indonesia tidak akan sanggup mengubah keadaan di sana, jadi tidak berharap banyak pada RI. Jalan keluarnya ada pada Amerika Serikat. Selama AS ingin Mesir merah, ya selama itu pula merah.” Hafifi, Pamekasan.

“Munas rakyat Mesir yang diwakili semua pemimpin kelompok organisasi di Mesir untuk merumuskan UU Pemilu baru di Mesir.” Mslamet, Jakarta.




“Saya tidak tahu apakah Morsi dengan sistem demokratisasinya kebablasan atau memang ada oknum yang menginginkan Morsi turun dengan menggunakan militer sebagai tamengnya. Tapi yang saya sesalkan di sini apakah masalah Mesir tidak bisa diselesaikan secara damai. Saya mengecam ulah brutal militer sehingga rakyat mesir yang tidak bersalah menjadi korban. Militer seharusnya menjadi pengayom, pelindung, dan bukan musuh rakyat. Saya hanya berharap masalah Mesir segera selesai dan mendapat jalan ke luar terbaik.” Wahidahwati, Surabaya.

Militer mesir sudah berkuasa selama beberapa dekade. Sejatinya mereka belum siap melepas hal itu. Presiden Morsi juga terlalu memaksa ideologinya diterapkan di Mesir tanpa memperhatikan keterbatasan dan kelemahan negara, maka jadilah petaka ini. Solusinya adalah duduk bersama, cari win-win solution, sikap ngotot akan menghancurkan Mesir. Tak ada kata terlambat: duduklah dan segera laksanakan pemilu” Eko Budi Lasmana, Depok.

“Saya merasa prihatin dengan konflik di Mesir. Hal tersebut adalah prinsip demokrasi yang bisa dibilang kebablasan. Ada pemikiran bahwa karena alasan demokrasi, keterlibatan rakyat yang disebut aspirasi cenderung berlebihan dan tanpa batas. Saya mendukung pemerintah Mesir yang dimotori oleh militer untuk menyelamatkan negaranya dari para demonstran.” Christian Umbu Riada, Waibakul.

“Militer mesir adalah militer terbodoh dunia. Mereka mampu diprovokasi oleh Yahudi hingga mereka tega membunuh rakyatnya sendiri. Ketahuilah wahai militer Mesir, itulah yang Yahudi inginkan karena Yahudi tddak ingin Islam berkembang. Hentikan pembantaian rakyatmu.” Zubir, Banda Aceh.




“Demokrasi tak sepenuhnya membawa kebaikan. Terkadang malah membikin rumit negara ketika dipaksakan. Apalagi nanti setelah berjalan. Memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Juga persaingan antar warga negara yang ingin mendapat posisi bisa membuat sibuk yang tidak ada habisnya. Berani maju? Selamat berjuang!” M. Mathori Munawar, Pekalongan.

“Turut belasungkawa atas yang terjadi di Mesir. Sesama Muslim saling membunuh padahal sesama mahkluk hidup harus saling berdampingan, saling menghormati, saling menghargai dan rasa takut untuk menyakiti. Semakin banyak rakyat yang terbunuh maka negara itu makin tidak aman.” Soleh Hidayat, Jakarta.

“Memang Morsi menang secara demokratis namun dia selama satu tahun berkuasa membikin demokrasi di Mesir kebablasan. Para pendiri Mesir susah payah membuat UU yang mewadahi semua masyarakat Mesir yang heterogen dan seenaknya dia ubah dalam waktu setahun. Nah sekarang dia petik sendiri hasilnya.” Yohanes Papur, Ruteng.

“Proses demokratisasi di Mesir sudah melampauhi batas, sekitar 900-an nyawa sudah menjadi korban. Krisis politik yang pada akihrnya mengarah pada kekerasan kekerasan sektarian, etnik, dan gereja-gereja pun pun dibkar, dirusak. PBB harus turun tangan untuk melakukan upaya guna mendorong terciptanya perdamaian. Jika indonesia dan juga negara lain harus menarik dubesnya dan bantuan kemanusiaan untuk Mesir harus dihentikan sementara.” Tonny Rahu, Denpasar.

“Saya menyampaikan belasungkawa atas kerusuhan di Mesir. Ini adalah akibat kebijakan Presiden Morsi yang mungkin terlalu Islami sedangkan di Mesir banyak yang non-Islam. Mengingat kebijakan kebijakan presiden tentang Islam sangat berpengaruh terhadap dunia Islam dan polemiknya di Timur Tengah, menurut saya ada oknum dari negara lain yang tidak ingin kebijakan itu tercapai. Maka oknum tersebut mempengaruhi militer agar memanfaatkan keadaan untuk kudeta presiden. Apakah militer di Mesir sungguh adi kuasa akan keadaan darurat Mesir? Saya tidak tahu, mungkin perlu memperbaiki undang-undang tentang militer di sana.” Sagah Aditama, Jakarta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *