Siapa Aktor Intelektual Dibalik Penyiraman Novel Baswedan?

Siapa Intelectual Dibalik Penyiraman Air Keras Novel BaswedanKasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan hingga kini masih menarik perhatian masyarakat luas. Namun banyak pihak menilai pengungkapan kasus Novel tersebut tidak mudah hingga terkesan lambat.

“Saya tidak mengatakan pengungkapan kasus ini (Novel Baswedan) lambat. Karena dalam penyelidikan atau dalam mengungkap siapa pelakunya bukan persoalan mudah,” tegas Advokat Senior Henry Yosodiningrat saat ditemui di Jakarta, Minggu (23/4).

Pria yang telah berpraktek sebagai penegak hukum selama 38 tahun ini yakin Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah bekerja profesional untuk menuntaskan kasus ini.

“Karena dalam kasus ini bukan hanya mengungkap siapa pelaku, tapi harus digali lebih jauh, siapa the man behind the scene. Siapa intelectual dader, pelaku yang tidak melakukan perbuatan tapi dia yang mengatur,” tambahnya.

Anggota Komisi II DPR RI ini beralasan, jika polisi hanya mengungkap pelakunya saja, tentu tidak akan menjawab persoalan. Karenanya, dia tetap mengapresiasi kinerja polisi dalam mengungkap kasus Novel Baswedan.“Saya tetap mengapresiasi keberhasilan Polri yang sedang mengidentifikasi kasus ini,” jelasnya.

Terkait dua orang yang saat ini diduga pelaku, Henry Yosodiningrat punya pandangan lain.

“Manusia termasuk polisi adalah makhluk yang tidak sempurna. Jika salah (tidak terbukti), keduanya harus segera dilepas. Direhabilitasi namanya,” sambungnya.

Sementara itu Praktisi Hukum M. Zakir menjelaskan, dalam menangani sebuah perkara hukum seperti halnya kasus Novel Baswedan, polisi punya Standard Operating Procedure (SOP). Ada hal-hal teknis yang publik tidak boleh menyimpulkan bahwa polisi tidak reaktif.

“Proses hukum di kepolisian itu kan jelas, lebih dulu dilakukan penyelidikan, ketika ada dugaan pelaku yang ditemukan otomatis penyelidikan akan ditingkatkan,” ujar Zakir lewat sambungan telpon hari ini.

Jika dalam pemeriksaan ternyata orang yang diduga pelaku tidak terbukti itu sah-sah saja. Sebab untuk menetapkan pelaku tidak hanya berdasarkan asumsi atau pendapat semata, tapi harus sesuai dengan peristiwa hukum yang terjadi di TKP.

“Kalau sudah ada yang diperiksa kemudian penyidik tidak bisa menetapkan tersangka pada yang bersangkutan, berarti patut diduga memang dia bukan pelaku yang dimaksud. Mana mungkin dipaksakan. Maka jika atas dasar itu publik menilai kerja polisi tidak cepat atau ragu-ragu atau dianggap tidak jalan proses hukumnya, itu keliru juga,” urai Zakir.

Untuk itu Sekjen Majelis Advokat Muda Nasional Indonesia (Madani) ini meminta publik untuk bersabar. Menurutnya, ketika polisi menerima laporan, kemudian menindaklanjuti, bahkan sudah ada yang diperiksa meski tidak terbukti sebagai pelaku, merupakan bentuk respon aktif yang dilakukan penyidik kepolisian dalam menyikapi kasus Novel.

“Kita tunggu saja, saya yakin polisi punya tangungjawab yang besar, punya tanggungjawab moral dalam mengungkap perkara ini,” tutup Zakir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *