Fredrich Yunadi Tuding Jaksa KPK Bikin Cerita Fiktif

Fredrich Yunadi Tuding Jaksa KPK Bikin Cerita FiktifFredrich Yunadi telah membacakan nota pembelaan atau pleidoi selama 9,5 jam dan itu pun belum selesai. Dalam pembelaannya, Fredrich menuding jaksa KPK membuat cerita fiktif dalam analisa yuridis di surat tuntutan.

Selain itu, jaksa KPK tidak berani menghadirkan ajudan Setya Novanto AKP Reza Pahlevi dan Politikus Golkar Aziz Samual.

“JPU tidak berani menghadirkan kedua saksi tersebut (Reza dan Aziz Samual). Demikian analisa yuridis jpu mengarang cerita fiktif, KPK seolah-olah mengetahui telah mengetahui lokasi Setya Novanto bersama Reza dan Aziz Samuel,” ujar Fredrich saat membacakan nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (22/6/2018). Tebal nota pembelaan Fredrich sebanyak 2.000 halaman.

Terdakwa perkara perintangan penyidikan Setya Novanto itu mulai membaca pleidoi sekitar pukul 13.30 WIB, dan hingga pukul 23.00 WIB masih belum selesai.

Menurut Fredrich, KPK bisa mengetahui keberadaan Novanto selama pencarian dari Reza Pahlevi dan Aziz Samuel. Namun jaksa KPK malah membuat data analisa fiktif.

“Di mana keadaan tersebut, penyidik mengetahui memanggil kedua saksi tersebut. Analisa tersebut dengan menggunakan data fiktif hanya rekayasa asumsi jpu yang melanggar pasal 1 ayat 5 tidak sah dan harus dikesampingkan,” ucap Fredrich.

Selain itu, terdakwa kasus merintangi penyidikan Setya Novanto itu juga menuding majelis hakim telah memihak ke jaksa KPK karena mengabulkan kedua saksi itu tidak dihadirkan dalam persidangan. Jaksa KPK hanya menghadirkan saksi yang tidak melihat langsung kejadian di rumah sakit.

“Ironismya majelis hakim mengabulkan penuntut umum. Patut diduga majelis hakim menunjukan sikap memihak jpu, nggak mau menggali kebenaran, merampas hak terdakwa,” kata Fredrich.

Dalam perkara ini, Fredrich dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider kurungan 6 bulan. Fredrich diyakini jaksa terbukti merintangi penyidikan KPK atas Novanto dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *