Ujaran Kebencian Tak Perlu Masuk Revisi UU Anti Terorisme

Ujaran Kebencian Tak Perlu Masuk Revisi UU Anti TerorismeUjaran kebencian atau hate speech di media sosial akhir-akhir ini banyak berseliweran tanpa bisa dikontrol. Kontennya dalam berbagai bentuk, tapi yang paling di minati netizen adalah dalam bentuk visual. Ia bisa berbentuk mem, screenshot percakapan palsu, atau pun video. Dalam beberapa konten, ujaran kebencian mengarah pada fitnah bahkan initimidasi serta ancaman pembunuhan.

Atas dasar itu, beberapa waktu lalu Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) Suardi Alius mengusulkan agar ujaran kebencian masuk dalam pasal khusus revisi UU terorisme. Menurutnya UU Terorisme yang lama tidak mengakomodir soal perkembangan teknologi sehingga menyebabkan penanggulangan masalah teror tertinggal oleh pelaku yang sudah beradaptasi teknologi canggih.

“Harus dicari penegakan hukum proaktif yang sifatnya preventif,” kata Suardi.

Namun pendapat sebaliknya datang dari Wakil Pimpinan Pansus revisi UU Antiterorisme Supiadin. Menurutnya, soal ujaran kebencian tidak perlu masuk revisi UU ini. Sebab, hal-hal yang substansial lainnya jauh lebih penting untuk dimasukkan. Ujaran kebencian, menurutnya, cukup diatur dalam UU No. 9 Tahun 2016 tentang ITE saja.

“Hate speech tidak bisa serta merta dimasukkan ke dalam RUU Terorisme karena belum ada jaminan bahwa hate speech ada kaitan dengan terorisme. Hate speech sudah diatur dalam UU ITE No. 19 Tahun 2016. Jadi, hate speech harus kontekstual dan dikaitan dengan aksi terorisme yang bisa dijadikan alasan untuk dianggap mengarah kepada aksi terorisme,” ujarnya.

Supiadin menambahkan, terdapat tiga isu besar yang masih jadi perdebatan saat dalam pembahasan revisi. Ketiga isu itu adalah pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, praktik pencegahan, serta kompensasi bagi para korban.

Pelibatan TNI dalam pemberantasan aksi terorisme, menurut politisi NasDem ini, adalah keniscayaan. Terorisme dipandang mengganggu keamanan negara sehingga penyelesaiannya pun memerlukan keterlibatan pihak lain yakni TNI.

“TNI hanya terlibat pada penindakan dan penangkapan pelaku teror saja. Selebihnya itu urusan hukum yang artinya tugas kepolisian,” kata Supiadin.

Soal kapan rampungnya pembahasan revisi, dia rerharap bisa selesai pada akhir masa sidang ini.

 

Suryana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed