Revolusi Mental Melalui Promosi Budaya NTT di Kancah Internasional

Revolusi Mental Melalui Promosi Budaya NTT di Kancah Internasional Tenggara Timur (NTT), sebuah provinsi di timur Indonesia yang meliputi Kepulauan Nusa Tenggara. Dianugerahi dengan berbagai keindahan alam, keistimewaan flora dan fauna, serta kebudayaan daerah mulai dari tari-tarian, pakaian adat, alat musik, lagu, dan sebagainya, membawa NTT menjadi provinsi yang kaya dan mampu bersaing di kancah internasional. Sebut saja diantaranya komodo spesies kadal terbesar di dunia,
Danau Kelimutu, 3 danau kawah dengan warna berbeda, serta kain tenun NTT yang memiliki 3 teknik yaitu ikat, buna, dan sotis, semuanya dimiliki oleh provinsi NTT.

Rasa bangga akan kebudayaan NTT diakui pula oleh Julie Sutrisno Laiskodat, istri Gubernur NTT yang saat ini menjabat. Julie dalam sambutannya di pembukaan Gelar Seni Pertunjukkan Akbar Negeri 1.000 Moko yang diadakan dalam rangka HUT NTT ke 60 di Lippo Plaza Kupang (15/12) mengungkapkan bahwa kebudayaan NTT yang sangat kaya ini harus terus ditampilkan, jika tidak jati diri kebudayaan ini akan hilang.

“Setiap kain tenun NTT memiliki filosofi yang istimewa,” tutur Julie yang sejauh ini telah membawa kain tenun NTT ke pagelaran mode internasional bergengsi salah satunya New York Fashion Week. “Tentunya di tengah perkembangan zaman ini, tenun NTT juga harus harus mampu beradaptasi dengan gaya pakaian kekinian,” tambahnya. Disadari oleh Julie selama ini masyarakat hanya ngenal kain tenun ikat sebagai bawahan formal padahal sebenarnya kain tenun dapat dikenakan dalam tampilan yang juga moderen sehari-hari.

Julie menghimbau pemerintah pusat khususnya dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) juga membantu mempromosikan kain tenun NTT. Ia mengakui bahwa pangsa pasar tenun NTT masih sangat rendah. Julie memiliki visi agar kain tenun NTT ini bisa membangun kesejahteraan masyarakat oleh karena itu semangatnya untuk mempromosikan kain tenun NTT agar dapat dikenal tidak hanya di nasional tetapi juga internasional tidak pernah padam.

“Saya sudah 5 tahun mempromosikan tenun NTT, saya senang turun ke desa-desa bertemu dengan kelompok-kelompok penenun,” ungkap Julie. Julie menemukan sebuah fenomena di mana generasi muda saat ini tidak mau menenun meskipun mereka menyadari akan warisan budaya akan tetapi merasa tenunan tidak menghasilkan sesuatu. Oleh karena itu, Julie menargetkan kaum milenial dengan bekerja sama dengan SMK Negeri 4 Kupang. Sejauh ini SMK Negeri 4 Kupang baru satu-satunya institusi pendidikan yang memiliki jurusan menenun.

Julie mengistilahkan bahwa menenun sebenarnya merupakan pekerjaan tanpa musim. Tetapi kendala bahan baku utama yaitu benang serta pangsa pasar menjadi isu yang besar karena kebanyakkan “penenun bermental penenun”. Mereka menenun lalu menjual tenunan di saat ada kesempatan dengan harga selangit tanpa memikirkan keberlanjutan bisnis. “Mereka harus menjadi penenun bermental pengusaha, wajib mendapatkan untung modal dan jasa, tapi tidak menjual dengan harga sekali pukul,” Julie menggarisbawahi, “Warisan budaya ini harus menjadikan kita sejahtera.”

Julie yang saat ini juga merupakan Ketua Tim Penggerak PKK serta Ketua Dekranasda NTT mengakui bahwa kebiasaan memakai kain tenun juga ia terapkan untuk setiap anggota di pertemuan organisasinya. Julie mengatakan, “Satu hari tanpa memakai tenun NTT, saya merasa sangat bersalah.”

Haswan Yunaz, Staf Ahli Kemenko PMK RI, menanggapi semangat Julie tersebut dengan sangat positif. Menurut Hazwan Yunaz, hal semacam ini merupakan era kebangkitan baru bagi NTT yang secara gotong royong harus kita dukung bersama. “Tentunya ini sangat sejalan juga dengan program Gerakan Indonesia Mandiri dan Gerakan Indonesia Bersatu, di mana kebudayaan yang tidak memandang ras dan agama menggembirakan kita semua,” tutup Haswan Yunaz.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *