Pengajian Sastra China

Pengajian Sastra ChinaSastra Tionghoa atau Sastra China  telah berumur lebih dari 3400 tahun dimulai sejak peninggalan tertulis di Tiongkok ditemukan pada zaman Dinasti Shang.  Namun sastra Tiongkok mengalami peningkatan pesat mulai pada zaman Dinasti Zhou tepatnya di Zaman Musim Semi dan Gugur. Di zaman ini, mulai banyak ditulis karya-karya sastra baik bertema filsafat maupun tema-tema lain berbentuk puisi atau esai.

Untuk mengenal sedikit karya sastra China, Majelis Sastra Bandung (MSB) menggelar pengajian sastra ke 90, Jumat 31 Agustus 2018 di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) Bandung mulai jam dua siang. Menghadirkan pembicara langsung dari Cina Yan Haroan dan akan diatur oleh Ahda Imran.

Sejarah Sastra Tiongkok telah dimulai sejak zaman purba. Menurut sastrawan Lu Hsun sastra Tionghoa dalam bentuk paling sederhana dimulai ketika kata-kata digunakan untuk menyuarakan perasaan atau menyampaikan kejadian atau peristiwa. Kata-kata itu beredar dari mulut ke mulut sepanjang masa. Menurut Hu Huai Chen, bentuk-bentuk sastra Tionghoa versi sederhana yang tidak tercatat telah ada ketika manusia belum mengenal tulisan.

Ada dua jenis sastra Cina,yakni sastra berisi pengajaran dan sastra yang berisi hiburan. Sastra yang berisi ajaran-ajaran lebih dihargai oleh bangsa Tionghoa karena ada unsur-unsur yang dapat memajukan pikiran dan akhlak rakyat. Sastra jenis ini antara lain filsafat sejarah dan sajak. Sastra golongan hiburan adalah karangan berupa novel dan cerita fiksi.

Di dalam Wikipedia disebutkan, walaupun novel dan fiksi adalah sumber-sumber sastra yang terutama bagi banyak bangsa di dunia, namun sebaliknya sebelum abad ke-20, bagi bangsa Tionghoa karya-karya seperti ini bernilai rendah dan dianggap tidak bermutu.

Walau demikian, jumlah novel dan fiksi Tiongkok terhitung sangat banyak jumlahnya, dan semenjak abad ke-20 telah banyak perhatian terhadap bentuk karya sastra ini terutama dari orang-orang asing. Karya novel dan fiksi dahulu tidak dibaca secara terbuka, melainkan dengan sembunyi-sembunyi. Karena masyarakat umum memandang rendah novel dan cerita fiksi menyebabkan seringkali di dalam karya-karya semacam itu tidak tertulis siapa pengarangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *