Puasa Ramadhan Mencegah Kejahatan Sosial (3 Akhir)

Puasa Ramadhan Mencegah Kejahatan Sosial (3 Akhir)Jika masyarakat luas menyadari betapa pentingnya nilai puasa untuk membentuk kesadaran sosial, mengapa sebagian orang kaya dan berkuasa justru tidak memberhentikan kejahatan sosialnya. Masyarakat secara umum beramai-ramai dengan penuh semangat mengentaskan derita kemiskinan, mengurangi kesengsaraan banyak orang dengan membayar zakat fitrah.

Akan tetapi banyak orang kaya dan berkuasa justru tambah asik menggerogoti uang rakyat, dan bukan mengurangi kesengsaraan rakyat tapi malah menambahi beban yang dipikul dengan penuh kepedihan.Apabila dinilai dari seberapa besarnya kita membayar zakat, mungkin bagi si kaya dan yang berkuasa tidaklah akan berarti apa-apa, tetapi yang terpenting adalah bagaimana dengan zakat yang kita bayarkan setidaknya bisa mengurangi beban penderitaan orang lain.

Kemudian jika secara kolektif pembayaran zakat dikumpulkan maka akan menumbuhkan semangat solidaritas yang tinggi untuk membebaskan kesengsaraan nasip saudara-saudara kita yang berada di dalam jurang-jurang kemiskinan. Sasaran zakat adalah untuk kepentingan sosial, untuk kepentingan masyarakat miskin dalam arti yang seluas-luasnya.Inilah makna hakikat zakat fitrah yaitu kewajiban pribadi berdasarkan kesucian asalnya, namun memiliki konsekuensi yang sangat langsung dan jelas.

Dampak ideal yang muncul dari ibadah puasa itu adalah takwa yaitu berupa kesadaran melalui sikap patuh dan tunduk hanya kepada Tuhan, yang selanjutnya melandasi setiap individu untuk mendalami keinsyafan akan Tuhan yang selalu mengawal dan menyertai kita dalam setiap waktu, tempat dan keadaan. Maka ini harus dijelmakan berupa kesadaran akan tanggung-jawab sosial sesama umat manusia. Sejatinya antara tanggung-jawab pribadi dengan tanggung-jawab sosial merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan, laksana dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan karena antara yang satu dengan yang lainnya saling menunjang.Sehingga setelah puasa Ramadhan berlalu manusia itu idealnya kembali dalam keadaan fitrah yakni suci, yang maksudnya adalah segala bentuk kejahatan sosial, korupsi dan kecurangan yang menyengsarakan orang banyak, sudah tidak melekat dalam diri seseorang yang memang benar-benar menjalankan ibadah puasa itu.

Puasa Ramadhan bukanlah tradisi “musiman-tahunan” bagi umat manusia, tetapi puasa adalah kewajiban ibadah yang disyariatkan Tuhan bagi kaum beriman untuk dijalankan dengan penuh perasaan yang tulus. Jika manusia menjalankan puasa karena tradisi itu maka setelah musimnya berlalu tidak akan meninggalkan kesan spiritual apapun dan tidak akan berdampak baik dalam jiwanya maupun dalam kehidupan sosialnya, kecuali hanya memindahkan larangan puasa yang bersipat lahiri seperti, tidak makan dan minum dari malam hari menjadi siang hari. Manusia harus memandang dan menjalankan puasa itu atas dasar kesungguhan iman terhadap suatu ibadah yang ditetapkan oleh agama Allah, sehingga setelah puasa Ramadhan berlalu jiwanya akan merintih penuh kesedihan dan penghayatan, apakah dirinya masih memiliki kesempatan untuk bertemu lagi dengan Ramadhan yang akan datang.Kemudian puasa Ramadhan yang sebulan penuh dijalankan akan memberi kesan dan kenangan seumur hidupnya.

Jadi apabila puasa itu benar-benar dijalankan dengan segenap keimanan dan ketakwaan atas suatu kewajiban dari Tuhannya, tentu akan membawa manusia itu kepada keselamatan jiwanya sendiri, dengan meninggalkan segala bentuk kejahatan sosial apapun yang dilakukannya, hingga menghantarkannya kepada kesuciannya. Dan jika kesucian itu terus tertancap dalam jiwa kita, maka kita tidak akanpernah menyimpang dari kebenaran. Kemudian ketika kelak menghadap kehadirat Ilahi, kita tidak lagi terbebani dengan tanggung-jawab akibat busuknya perilaku kita sendiri.

 

Penulis: Bambang Saputra, M. HI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *