Ekonomi Belum Juga Meroket, Saatnya Rombak Tim Ekonomi

Ekonomi Belum Juga Meroket, Saatnya Rombak Tim EkonomiPresiden Jokowi pernah sesumbar bahwa ekonomi Indonesia akan melesat tinggi. Pernyataan tersebut disampaikan pada 5 Agustus 2015. Seminggu kemudian, tepatnya 12 Agustus 2015, Presiden melakukan reshuffle dan mengangkat Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian menggantikan Sofyan Djalil.

Bila mencermati waktunya yang begitu berdekatan bisa disimpulkan bahwa sesumbar Jokowi tersebut didasarkan akan hadirnya sosok menko perekonomian baru yang diyakininya akan mampu menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia.

Sayang sampai akhir tahun 2015, sesumbar Jokowi tidak terbukti. Bahkan pada tahun itu, pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka terendah dalam kurun waktu 6 tahun terakhir yaitu hanya 4,79 persen. Sebagai perbandingan pada tahun 2014, pertumbuhan ekonomi tercetak di angka 5,01 persen dan pada tahun 2013 di angka 5,56 persen.

Untuk menggenjot kelesuan ekonomi, akhirnya pemerintah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan ke-1 dikeluarkan pada 9 September 2015 dan paket kebijakan ke-14 diluncurkan pada 10 November 2016. Dikabarkan paket kebijakan jilid 15 akan segera dikeluarkan dalam tempo tidak lama lagi.
Meskipun sejumlah paket telah diluncurkan, nyatanya belum juga menunjukkan hasil yang menggembirakan. Buktinya, pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 hanya tercapai di angka 5,02 persen, naik tipis 0,23 persen dari tahun sebelumnya.

Melihat suramnya prospek ekonomi dan makin jauhnya impian Jokowi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang melesat tinggi, maka pada 27 Juli 2016 Presiden Jokowi memasukkan Sri Mulyani dalam tim ekonomi dengan jabatan sebagai Menteri Keuangan.

Harapan besar Presiden Jokowi terhadap sosok Sri Mulyani, ternyata juga harus menelan pil pahit, karena hingga memasuki awal 2017 ekonomi Indonesia masih belum menggairahkan.

Tahun 2016 ditutup dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya bertengger di angka 5,02 persen. Meskipun mengalami kenaikan tipis bila dibandingkan dengan 2015, tetapi kenaikan tersebut seakan tidak berarti apa-apa dikarenakan di saat yang bersamaan tingkat inflasi juga membubuhkan angka yang lumayan tinggi yaitu di level 3,02 persen.

Alih-alih menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang melesat, kehadiran Sri Mulyani justru menghambat laju pertumbuhan ekonomi dimana kebijakannya memangkas APBN-P 2016 sebesar Rp. 133 trilyun telah turut andil dalam menahan laju ekonomi.

Pemangkasan tersebut semestinya tidak perlu terjadi jika target penerimaan pajak terpenuhi. Sayang target penerimaan pajak meleset dari perkiraan meskipun sudah diluncurkan program tax amnesty. Total penerimaan pajak 2016 hanya mencapai Rp. 1.104 triliun, masih kurang Rp. 251 triliun dari target sebesar Rp. 1.355 triliun.

Melesetnya penerimaan pajak tidak terlepas dari lesunya aktivitas perekonomian. Dan lesunya perekonomian membuktikkan bahwa paket kebijakan ekonomi yang telah diluncurkan pemerintah belum memberikan dampak positif bagi perekonomian.

Grafik landai tampaknya juga masih akan dijumpai di 2017 dimana dalam APBN 2017, pemerintah hanya berani mematok pertumbuhan ekonomi di level 5,1 persen. Di sisi lain inflasi terus menanjak di angka 4,0 persen. Kenyataan tersebut, mengisyaratkan tidak akan ada ekonomi melesat sebagaimana yang diimpikan Jokowi.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang masih di kisaran 5 persen, maka sulit sekali menghadirkan kesejahteraan yang lebih baik bagi seluruh rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang pas-pasan disertai tingkat inflasi yang lumayan tinggi, hanya akan menjadikan rakyat bisa bertahan hidup saja, tidak untuk melejitkan kemakmuran.

Jokowi telah membuang-buang kesempatan selama 2 tahun, ekonomi yang diimpikan akan melesat tinggi ternyata jalan di tempat. Bahkan yang mengecewakan janji Jokowi untuk menaklukan dollar menjadi Rp 10.000 per dollar juga masih sebatas impian. Nyatanya, rupiah terus terdepresiasi, bila saat pelantikan presiden rupiah bertengger di level 12.000 per dollar, saat ini rupiah terpuruk di level 13.300 per dollar Amerika.

Dari potret ekonomi selama 2 tahun terakhir, bisa tarik kesimpulan bahwa kandasnya impian jokowi mewujudkan ekonomi melesat tinggi dikarenakan tidak tepatnya personil-personil dalam tim ekonomi.

Oleh karena itu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang melesat, dibutuhkan figur-figur yang progesif. Masih ada 3 tahun lagi bagi Presiden Jokowi untuk merealisasikan impiannya menghadirkan ekonomi melesat bagi bangsa Indonesia. Tidak ada jalan lain, figur-figur progresif harus segera dihadirkan dalam tim ekonomi.

 

Penulis: Sya’roni Ketua Presidium PRIMA (Perhimpunan Masyarakat Madani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *