Sungai Citarum, Sungai Terkotor Sedunia

Sungai Citarum, Sungai Terkotor SeduniaSungai Citarum yang luasnya 12.000 km2, ini mencakup 13 wilayah administrasi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Sungai ini punya ragam potensi, berperan penting bagi kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Sedikitnya dimanfaatkan oleh 46 juta penduduk Jabar pada era 2016-an.

Airnya dimanfaatkan sebagai sumber air baku penduduk DKI Jakarta. Lainnya untuk irigasi pertanian, perikanan, pemasok kegiatan industri, dan sumber pembangkit listrik tenaga air untuk Pulau Jawa dan Bali.

Fakta lain, dalam kurun dua dekade, secara akut Sungai Citarum telah rusak berat dari hulu hingga hilir. Aktivitas demografi, dan kegiatan sosial ekonominya tidak dibarengi upaya pelestarian lingkungan, menambah beban persoalan lingkungan yang berat di Jabar. Sebutannya, sebagai sungai terkotor sedunia. Ini tak begitu dihiraukan oleh para penanggungjawabnya.

“Semua kalangan hanya bisa saling menyalahkan,” ucap Deni Riswandani, S.Sos, Ketua Komunitas Elingan (Elemen Lingkungan) disela-sela hari terakhir Sidang Pleno I TKPSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Citarum) di Grand Tebu Hotel Bandung Jl. L.L.R.E Martadinata Bandung, 22–23 Maret 2017.

Tata Guna Air, Kisruh

Penurunan drastis kualitas lingkungan Sungai Citarum telah berpengaruh pada kondisi masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran sungai, baik di pedesaan maupun perkotaan. “Saat musim hujan, bencana banjir mengancam berbagai kawasan. Pencemaran air sungai akibat aktivitas industri dan pertanian, telah membahayakan. Ini mengancam kesehatan, juga budi daya ikan,” kata Ir, Muh. Husen, Ketua Biro Perikanan Budidaya DPD HNSI Jawa Barat, yang diamini D. Sunardhi Yogantara, Ketua Yayasan Warga Peduli Lingkungan (WPL).

Kawasan hulu Sungai Citarum punya peranan penting terhadap kualitas lingkungan Sungai Citarum secara kesuluruhan. Berbagai studi perihal penurunan kualitas Sungai Citarum menegaskan, bahwa erosi, sedimentasi, banjir, penurunan kualitas air sungai serta berkurangnya ketersediaan air pada musim kemarau tidak lepas dari permasalahan yang terjadi di Kawasan Hulu Sungai Citarum. “Ini yang harus kita benahi segera,” ujar M. Taufan Suratno, Divisi Informasi dan Komunitas Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS).

Sebelumnya, Taufan sebagai moderator menemani paparan terakhir Sidang Pleno TKPSDA Citarum dari Muhamad Reza Sahib dari KRuHA (Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air). Muhamad Reza secara tegas mengunmandangkan:”Laksanakan amanat konstitusi, dan penuhi hak atas air segera.”

Guliran pernyataan ini mengacu pada Undang-Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang disusun oleh pinjaman Bank Dunia (WATSAL) sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Lanjutannya, UU tersebut dibatalkan karena bertentangan dengan prinsip pengelolaan air yang diatur oleh UUD 1945 (Konstitusi). Saat ini pembuatan RUU yang mengatur Air di Indonesia sedang dalam proses.

Sepengetahuan Muhamad Reza pula, dalam proses legislasinya RUU ini dibawah inisiatif DPR. Pihak kementrian PUPR kabarnya sudah menyerahkan Naskah Akademik RUU SDA kepada Ketua Komisi V pada Kamis, 26 Januari 2017. “Namun, hingga saat naskah itu belum bisa diakses oleh masyarakat sipil.”

Dalam diskusi ini terungkap pula penerapan UU 7/2004 di lapangan telah memporakporandakan sistem pengelolaan air di Indonesia. Tidak hanya itu, pola pembuatan kebijakan dan cara masyarakat melihat air pun menjadi berubah”, urai Taufan menjelaskan tata guna air sudah dieksploitasi sedemikian rupa – “Rakyat sudah menjadi korban secara bertubi-tubi, hanya dari esensi air saja. Belum yang lainnya.

Eka SantosaSecara terpisah, Ketua Umum Gerakan Hejo, Eka Santosa yang bersama sesepuh Jabar Solihin GP (92) sejak November 2016 telah mencanangkan Jabar Darurat Ekologi, terkait kondisi Sungai Citarum yang sudah rusak dalam banyak hal. ”

Saya apresiasi nuansa keprihatinan dan pemikiran solutif dari para peserta Sidang Pleno ini. Sebaiknya melalui rekomendasi ini langsung diterapkan di lapangan. Jangan lagi membuat seminar lanjutan – ini seperti seminar yang tiada habis-habisnya, hanya menghambur-hamburkan biaya, seriuslah membenahinya,” ungkap Eka yang mempertanyakan Gerakan Hejo dan Forum DAS Citarum yang kini diketuainya tak pernah dilibatkan dalam forum semacam TKPSDA Wilayah Sungai Citarum ini.

Di akhir pertemuan Eka seakan merasa kesal dengan progres Sungai Citarum yang tiada menghasilkan kemajuan, sempat terlontar sindiran tegas.

“Berbahagialah kita punya sungai terkotor sedunia,” sindirnya.(HS/SA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *