Eka Santosa Sambut Komunitas Jelajah Gunung Bandung

Eka Santosa Sambut Komunitas Jelajah Gunung Bandung“Kami percaya, sedikitnya ada 700-an gunung di seputar Bandung Raya. Tertinggi Gunung kendeng 2.617 mdpl, terpendek Gunung Cikundul 258 mdpl. Sejak ekpedisi awal tahun 2016 ada 660 gunung. Selesai ekpedisi di akhir 2017, percayalah gunung yang 700-an itu pasti didapat”, itu kata Kang Eka, Guru SMAN 17 Bandung- Koordinator Ekspedisi Ensiklopedi Gunung Bandung (EGB). Penyelengara Ekspedisi EGB sendiri adalah Komunitas JGB (Jelajah Gunung Bandung) yang berdiri sejak 2010.

Sekitar 35 orang anggota Komunitas JGB pada Sabtu malam, 21 Januari 2017 beserta pengamat dan peminat kegiatan luar ruang lainnya, berkumpul di Alam Santosa, Pasir Impun Kabupaten Bandung. “Kami serasa di rumah sendiri di Alam Santosa yang hawa dan suasananya sejuk”, sambut Muhamad Seftia, Ketua Komunitas JGB dihadapan Eka Santosa, Ketua Umum DPP Gerakan Hejo selaku tuan rumah dalam kegiatan diskusi soal nasib gunung di Bandung Raya. “Tak terkira yang dilakukan komunitas JGB, perlu saya angkat jempol. Merekalah pecinta alam yang sebenarnya. Ini bisa sinergis dengan visi & misi Gerakan Hejo juga dengan para Olot di BOMA (Baresan Olot Masyarakat Adat) Jabar”, papar Eka yang sengaja ikut berdiskusi hingga larut malam.

“Rasanya pertemuan antar kami dengan Kang Eka Santosa untuk masa mendatang perlu dilakukan secara lebih intensif. Hasil diskusi malam ini sudah mengerucut pada pentingnya selain pendataan juga penyelamatan lingkungannya”, kata Unu Miharja yang ahli di bidang metoda dan teknik pengumpulan data pada kegiatan EGB.

Sementara itu menurut aktivis Pepep D W dari Komunitas JGB yang secara panjang lebar berkisah, mampu menyetop kegiatan rutin para pehobi motor trail di Ciharu dengan konsep Save Ciharu sebagai kawasan Cagar Alam (Kamojang):”Kehadiran di Alam Santosa merupakan hal yang tepat. Selama ini lokasi dan pengelola seperti ini lah yang kami cari. Sedikitnya bisa memuluskan upaya pelestarian 5 Cagar Alam di Bandung Raya”. Tak lain 5 Cagar Alam di sekitar Bandung Raya yang kondisinya perlu dicermati keberadaannya, terdiri atas Gunung Tilu (Gambung); Gunung Papandaya, di sekitar Pangalengan); Kamojang di sekitar Majalaya; Gunung Simpang di Ciwidey; dan Gunung Burangrang di perbatasan dengan Kab. Subang dan Purwakarta. “Sudahlah kita ini sebagai pecinta alam dan lingkungan, jangan datangi kawasan itu, terkecuali bila mau meriset itu pun dengan izin khusus dari instansi terkait. Lupakan saja mendatangi Cagar Alam, karena itu sama saja dengan mencedrainya”, tambah Pepep berkali-kali dihadapan anggota komunitasnya dalam diskusi yang berlangsung seru, terutama ketika ada yang bertanya –“Mengapa kita tak boleh berkunjung ke kawasan Cagar Alam?”

Menariknya dalam diskusi yang berlangsung denga acara Camping di Alam Santosa, malam hinggi dini hari itu ada sajian music tradisional Sunda dan akustik modern. Muncul nama-nama pemain kecapi Kang Theo dan Neng Tian dari ISBI (Institut Seni dan Budaya Indonesia). Tatkala dilantunkan tembang tentang gunung-gunung di pulau Jawa, banyak penonton yang terhanyut oleh “uga” dan kenyataan nasib gunung saat ini.

“Sebagian malah ada gunung dimiliki oleh perorangan. Materialnya, ditambang untuk galian C, malah untuk urugan tanah buat perumahan atau jalan tol. Nanti daerah ini di Ensklopedi Gunung Bandung, kalau buku ini terbit pada tahunn 2018-an, bagaimana nasibnya ya? Anak cucu kita, pasti tinggal cerita, soal gunung di Bandung ya?”, tanya seorang peserta dalam diskusi ini.

Alhasil, diskusi yang meninggalkan rasa optimisme sekitar 700 gunung di seputar Bandung Raya bisa terpetakan melalui rencana penerbitan buku EGB, sepeninggalnya masih menyisakan banyak tanya. Bayangkan, proyek EGB ini dikerjakan dengan melibatkan puluhan pendaki dan penjelajah gunung, para pakar di berbagai universitas, ribuan jam kerja para relawan, studi historis dan laboratories di dalam dan luar negeri khususnya ke Negeri Belanda, semua bersifat non ptofit ! “Alhamdulillah, hingga saat ini beluam ada sponsor dari mana pun. Bila ada, tentu sangat terbuka. Manfaatnya, buku EGB ini akan beguna bagi anak dan cucu kita. Siapa bilang bangsa kita, malas mencatat. Ini buktinya kami akan mencatatnya, tak hanya gubung di Bandung saja …”, jelas Eka selaku ‘pupuhu’ pembuatan buku EGB, yang spontan saja diamini rekan-rekannya dengan gesture penuh kepastian – di seputar Bandung ada 700-an gunung ! (HS/SA/dtn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar