Pernyataan Ketua Umum HLKI Terkait Kasus Koperasi CSI

Pernyataan Ketua Umum HLKI Terkait Kasus Koperasi CSIMerebaknya kasus investasi KSPPS BMT CSI Syariah Sejahtera (Koperasi CSI) di Cirebon Jawa Barat, yang beroperasi sejak 2014-an. Akhir November 2016, memuncukan semburat keresahan dari sekitar 16.000-an anggota atau nasabahnya. Selama 5 tahun berjalan, anggotanya merasa nyaman dan menuai bunga simpanan rerata 5% per bulan. Puncaknya, dua pengurus inti M Yahya dan Iman Santosa (25/11/2016) ditahan Bareskrim Polri atas pengaduan OJK Cirebon. Selanjutannya, pembekuan rekening Koperasi CSI (29/11/2016) oleh Bank Mandiri atas permintaan Bareskrim Polri.

Di bawah ini cuplikan wawancara ekslusif dengan Ketua Umum HLKI (Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia) Jabar-DKI-Banten, Firman Turmantara. Ia meninjau persoalan ini dari segi hak konsumen. Wawancara ini seusai pertemuan khusus dengan Forkoma (Forum Komunikasi Anggota) CSI di kediaman Eka Santosa di Pasir Impun Kab. Bandung (5/1/2017) selaku Ketua Umum DPP Gerakan Hejo. Titik tumpu Eka Santosa dalam guliran problema ini, semata memperjuangkan hak anggota koperasi.
Inilah cuplikannya.

Makna pertemuan ini bagi Anda?

Hari ini ada pengerucutan, demi penyamaan persepsi sebagai anggota Koperasi CSI atau saya melihatnya sebagai konsumen. Pun di dalamnya ada ‘direksi’ dan pengurus Koperasi CSI. Dua hal saya amati, dari bidang hukum perlindungan konsumen. Khusus untuk ‘direksi’ dilihat sebagai pelaku usaha. Dalam persepsi saya konsumennya cukup banyak, mencakup 15 ribu-an anggota, plus berapa mulut yang ada dibelakangnya?

Kepedulian pemerintah?

Soal ini harus menjadi kepedulian pemerintah, padahal sebelumnya tidak ada anggota yang melaporkan kerugiannnya ke HLKI. Terkait kerugian konsumen yang dilakukan direksi atau pengurus, justru ini yang menjadi persoalan pelik. Penyebabnya malah pihak ke 3, melaporkan ke Bareskrim dalam hal ini pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Di sisi lai, faktanya, tidak ada anggota yang merasa dirugikan.

Akal sehat kita, adakah?

Rasanya, di sini saya merasa ada yang tidak masuk akal. Malah, merasakan ada yang unik dari kasus ini. Selama memimpin HLKI yang berkomitmen pada hukum perlindungan konsumen lazimnya, yang bersengketa itu antara konsumen dengan pelaku usaha. Secara teori maupun faktual, dalam kasus ini tidak ada konsumen yang dirugikan selama 5 tahun berdirinya badan hukum ini. Kembali, malah tidak ada keluhan dari konsumen ke HLKI. Keresahan konsumen itu muncul setelah ada pihak ke-3 lain (leasing,dll), tepatnya setelah rekening dibekukan.

Evaluasi sejenak atas kasus ini?

Mohon evaluasi atas kasus ini, cabutlah laporan polisi. Bukankah OJK yang melaporkannya? Akibat kebijakan OJK ini, mereka luput terhadap adanya pihak ke-3 atas kepentingan ribuan konsumen. Sementara di OJK sendiri ada divisi perlindungan konsumen. Dalam hal ini, saya justru akan mempertanyakan peran pengawasan di OJK. Siapa pengawas OJK itu? Akan kita lihat, siapa yang mengangkatnya? Presiden atau legestasif? Mengapa hal ini bisa terjadi?

Kontradiksi seperti apa?

Mohon diperbesar saja statemen saya, tulislah besar-besar di sini ada kontradiksi BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), seharusnya untuk melindungi konsumen dan masyarakat, namun disisi lain menzalimi konsumen. Saya nyatakan, fungsi OJK itu apa? Yang terjadi, tokh kondisi mereka ini sedang harmonis antara pelaku usaha dan konsumen. Justru, terganggu karena adanya tindakan OJK. Jadinya, OJK itu lebih mementingkan penegakan hukum dibanding azas manfaat dari hukum dan rasa keadilan.
Dalam hukum itu ada tiga hal penertiban, manfaat, dan keadilan. Artinya, dua fungsi ini luput dari perhatian OJK. Ada ribuan konsumen menjadi korban. Saya nyatakan, di sini ada kesalahan pengamatan atas tindakan OJK. Hal ini pun masih ‘debatable’ sedikitnya ada hal OJK menerapkan hukum dengan melangar hukum yang lain atau hak orang lain.

Jalan keluarnya?

Saya akan memperjuangkan hak konsumen sampai kapan pun! Di persoalan ini, ada pelangaran. Saya akan urus sendiri, dan tidak akan intervensi terhadap penanganan masalah hukumya. Saya akan konsentrasi ke hak konsumen dan kewajiban konsumen.

Musyawarah, mungkinkah?

Sebagai Ketua Umum HLKI, saya akan memperjuangkan hak dan kewajiban konsumen yang sudah dilangar atas kebijakan ini. Bila ada upaya musyawarah, baguslah hal ini dilakukan. Nah, barangkali selama ini, memang belum ada persepsi yang sama – inilah yang luput dalam permaslahan ini, kepentingan konsumen dilupakan OJK. Melalui pemaparan tadi, bisalah kita memberikan masukan kepada OJK maupun Bareskrim. Di samping itu, benahilah perizinan. Menurut saya, ini wilayah hukum adminitrasi. Kalau pun ada ranah pidana – belum ada pihak-pihak yang dirugikan, terutama konsumen.

Prospek pertemuan HLKI, Forkoma CSI, OJK-SWI, dan Bareskrim di Jakarta pada 9 Januari 2017?
Semoga kelak muncul saling memahami. Kedudukan konsumen itu paling strategis. Perekonomian tanpa ada konsumen, tidak ada artinya. Selanjutnya, nkebijakan OJK yang memunculkan kredit macet, apakah ini sudah terpantau atau telah dikaji sebelumnya oleh OJK? Fenomena kredit macet yang diderita hampir 80% konsumen dari sekitar 16 ribuan anggota atau konsumen, memunculkan efek bumerang dan bom waktu. OJK seakan melemparkan tindakan namun, berbalik kembali ke dirinya.

Dari segi kemanusiaan dan hati nurani sebelum yang terburuk menimpa kita segera tolong dicabut pemblokiran rekening, kerena itu uang milik konsumen. (SA/RR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *