Deddy Koral Kepala Suku Kebun Seni Tamansari

Deddy Koral Kepala Suku Kebun Seni TamansariEnam tahun sudah Deddy Koral, penyair dan aktor drama, menjadi “kepala suku” Kebun Seni, tempat mangkal dan berniaga seniman yang menyatu dengan pelataran parkir sebelah utara bonbin Jalan Tamansari Bandung.

“Jumlah kiosnya tetap 15, hanya penghuninya saja yang berubah-ubah. Selain yang berjualan benda-benda seni, ada juga komunitas-komunitas seni yang mangkal disini, seperti Bandung Blues Society. Disini ada komunitas teater, sastra dan seni rupa. Panggung ada dua, bisa untuk pertunjukan bisa untuk diskusi. Alhamdulillah, seperangkat sound system sederhana juga punya,” ungkap Deddy ketika ditemui “Aksi” Minggu (8/1/17).

Tentu saja banyak suka duka yang sudah dialami Deddy selama mengelola Kebun Seni. Apalagi pengelolaan ini dilakukan secara mandiri dan berdikari, tanpa subsidi finansial dari pihak manapun.

“Yang jelas, dalam mengelola Kebun Seni ini saya menerapkan filosofi kebun, itulah sebabnya tempat ini tidak diberi nama Pasar Seni,” paparnya. “Dalam berkebun,” lanjutnya, “Kita menanam bibit yang bagus, menjaganya dari hama, mengurus dengan telaten, melakukan berbagai inovasi. Semua dilakukan agar tanaman-tanaman di kebun itu berbuah dengan lebat,”.

Penyair yang kerap menulis puisi bernuansa protes sosial ini mengatakan, ia mencoba mengawinkan seni dengan ekonomi, prestasi dengan sensasi, otak dengan otot.

“Point pertama, bagaimana caranya seniman bisa berkarya dan hidup dari karyanya. Point kedua, memberi ruang bagi kawan-kawan seniman untuk berkreasi dan mempertunjukan kreasinya di depan publik. Karena itu di Kebun Seni ada pertunjukan regular setiap tiga bulan. Point ketiga, mengelola dengan otak dan otot artinya selain berpikir, menggunakan otak, juga harus siap menggunakan otot, siap berkelahi dalam mempertahankan prinsip dan hak. Berkelahi dalam arti kata yang sebenarnya,” ungkap seniman kelahiran Garut yang membuka kios batu permata di Kebun Seni Tamansari ini.

Kendati sibuk berniaga “batu ali” dan mengelola Kebun Seni, Deddy tetap berkarya. Kegiatan berteaternya tetap jalan bersama “Laskar Panggung” dan “Actors Unlimited”.

Di wilayah sastra, Deddy sudah menghasilkan sejumlah antologi, yaitu “Potret Kota” (1996), “Tarian Bajingan” (2000), “Nama Saya Biodata” (2006), Kumpulan puisi berdua bersama penyair Matdon “Persetubuhan Bathin” (2002), “Antologi Puisi Indonesia” (1997), “Muktamar” (2003), “Tangga Menuju Langit” (2008), “Di Atas Viaduct” (2009), “Cinta Gugat” (2012).

 

Yosie Wijaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *