Eka Santosa Kembali Jabat Duta Sawala

Eka Santosa Kembali Jabat Duta SawalaSalah satu keputusan penting saat Gempungan (Rapat Kerja) Baresan Olot Masyarakat Adat (BOMA) Jawa Barat di Kawasan Ekowisata dan Budaya Alam Santosa, beberapa waktu lalu, Eka Santosa yang selama ini menjabat sebagai Pangaping (penasihat) BOMA Jabar, kembali menjadi Duta Sawala (Sekertaris Jenderal) di organisasi kasepuhan masyarakat adat ini.

“Ini hitung-hitung kembali Kang Eka menggantikan kedudukan Bah Uluk sebagai Ketua BOMA Jabar. Alih fungsi atau kedudukan ini dirasakan perlu, agar BOMA Jabar lebih dinamis dalam beraktivitas. Kita tahu keberadaan Bah Uluk yang sehari-hari tinggal di Kampung Dukuh, Cikelet Garut Selatan, menjadi kendala tersendiri. Sedangkan kegiatan harian BOMA Jabar secara administratif lebih banyak di Bandung, misalnya,” jelas Wa Ugis Suganda, Representasi Tetua Kampung Adat Sinaresmi, Cipta Mulya, dan Cipta Gelar di Kabupaten Sukabumi.

Pertimbagan lain, Ketua Harian BOMA Jabar yang selama ini dijalankan oleh Jajang Sanaga, Representasi Kampung Adat Sanaga dari Kabupaten Tasikmalaya, perlu difungsikan secara maksimal melalui Duta Sawala yang baru di BOMA Jabar. “Ini sekedar reposisi saja, kebetulan Kang Eka Santosa tak sepenuhnya lagi berpartai. Sebagai Duta Sawala, BOMA Jabar, diharapkan lebih lincah, membawa aspirasi masyarakat adat”, jelas Kang Yayan, Representasi Masyarakat Adat dari Kampung Kuta, Garut Selatan.

Sebagaimana diketahui Eka Santosa sebelumnya telah menjabat sebagai Duta Sawala , BOTS (Baresan Olot Tatar Sunda : 2010 – 2013). Setelahnya BOTS menjadi BOMA Jabar, melalui Sawala Luhung di Kampung Kuta 2014. Namun dalam kiprahnya, secara kebetulan Eka Santosa menjabat sebagai Ketua DPW Partai NasDem Jabar (20/5/2014 – 8/6/2015). “Kondisi kala itu, menjadikan Ia tak begitu leluasa membawakan aspirasi masyarakat adat Jabar”.

Satu Nafas

Kini Eka Santosa, setelah sekitar hampir satu tahun tak berpartai lagi, menyatakan 100% kesiapannya menjadi Duta Sawala BOMA Jabar. Ini pun merangkap sebagai Ketua Forum DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum, dan Ketua Umum Gerakan Hejo.”Tak mengapa jabatan ini saya emban kembali, ini semua atas desakan para olot sendiri. Jabatan lainnya di Gerakan Hejo Dan Forum DAS Citarum, relatif masih satu nafas dengan perjuangan saya – menghijaukan Jabar!,” jelas Eka, yang pernah menduduki jabatan sebagai Ketua DPRD Jabar 1999 – 2004, Ketua Komisi ll DPR RI 2004 – 2009.

BOMA Jabar sendiri kini beranggotakan sekitar 20-an Kampung Adat di Jawa Barat. Kondisi Kampung Adat sendiri yang biasa disebut Kasepuhan, rata-rata dalam 10 tahun terakhir hanya tinggal jejak-jejaknya saja. “Yang namanya tanah ulayat, hutan larangan, dan tradisi di tempat kami sudah mulai pudar. Padahal ini kan, akar budaya bangsa. Kalau akarnya punah, bangsa ini identiasnya bagaimana?,” kata Olot Warsa, dari Kampung Kuta disela-sela Gempungan BOMA Jabar 2016 di Alam Santosa yang berlangsung secara bersahaja. Kebersahajaan itu ditandai dengan “raker” yang dilakukan secara lesehan, duduk bersila di atas tikar – di bangunan tradisional yang semua berbasiskan bambu dan kayu! Yang unik lainnya, Bah Uluk masih makan dan minum dengan perkakas terbuat dari bambu dan kayu, walaupun lainnya sudah memakai piring gelas. “Ini tradisi, tak boleh hilang”, jelas Solahah, asisten Bah Uluk yang dipanggil olehnya sebagai Mama Uluk.

Menjaga Hutan

Tinjauan posisi dan jumlah masyarakat adat di Jabar, dari segi populasi berdasarkan hitungan para akademisi di beberapa universitas:”Sekitar 8 juta dari sekitar 46 juta populasi Jabar pada era 2015/2016”. Sayangnya, berdasarkan pengamatan destinasiaNews, pemerintah sangat abai terhadap keberadaan mereka. Bila pun memebrikan bantuan, sifatnya hanya sesaat dan sangat dipenuhi kandungan politis. Ini bisa dibuktikan pada beberapa tempat di Jawa Barat.

“Selama ini bantuan pemerintah, bersifat gampangan saja. Baru, pada era Jokowi soal tanah ulayat melalui Kementerian Agraria Tata Ruang/BPN diperhatikan. Makanya, kami tempatkan Kang Eka sebagai Duta Sawala BOMA Jabar. Biar hak-hak kami segera dipulihkan”, kata Solahah, dari Kampung Kuta yang tahu persis ada ratusan ha tanah ulayatnya diklaim oleh Perhutani dan lembaga pemerintah lainnya.

Yang lebih ekstrim pendapat Wa Ugis Suganda:”Mau tahu kenapa Kang Eka kami tempatkan lagi sebagai Duta Sawala, BOMA Jabar? Kang Eka kan sebagai layangan kami, biar bisa negosiasi atau menjembantani hal-hak masyarakat adat secara langsung dengan Presiden Jokowi atau pembantunya”, terang Wa Ugis yang sudah memperjuangkan hal ulayat kaumnya di TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak) di Sukabumi & Bogor, Jabar sejak lama.

“Anda, harus tahu saya sudah memperjuangkan hak-hak ulayat sejak tahu 1968. Setiap mau diambil kesepakatan, selalu ada pihak terutama pemerintah menggagalkannya. Sekarang di era Pak Jokowi, jangan lagi gagal. Sudah bosan kami ..!”, pungkasnya dengan mimik geram memendam. Asal tahu saja usia Wa Ugis Suganda sudah menginjak lebih dari 65 tahun. “Gara-gara tanah ulayat tak tuntas, nasib kami setiap saat bisa diusir pengelola TNGHS. Padahal kami tinggal di wilayah itu ratusan tahun sebelum RI merdeka ! Dari dulu ajaran tetua kami, selalu dipegang – jangan merusak hutan dan isinya!”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed