Eka Santosa Prihatin Sungai Citarum Jadi Tong Sampah Terbesar Sedunia!

Eka Santosa Prihatin Sungai Citarum Jadi Tong Sampah Terbesar Sedunia!Terkait munculnya video viral per 5 Maret 2017 yang menayangkan kondisi irigasi di daerah Rancaekek Kabupaten Bandung, pada suatu sore dalam kondisi hujan di Majalaya dan Rancaekek, mengalirkan ribuan kubik sampah ke sungai Citarum. Unggahan video ini menyebar ke berbagai platform medsos dengan komentar pedas terhadap kebijakan pimpinan daerah di sekitar sungai Citarum.

Ketua Forum DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum, Eka Santosa, yang kebetulan sudah menerima kiriman video viral ini, menyatakan kegeramannya dengan kondisi tersebut.

“Terbukti kan, statemen saya dan sesepuh Jabar Solihin GP yang diutarakan pada 25 November 2016 lalu yang menyebut kini Jabar Darurat Lingkungan, semakin kuat dan nyata,” ungkap Eka.

Menurut Eka, terlepas polemik sampah ke sungai Citarum itu datangnya dari kota Bandung atau dari Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. “Yang jelas antar pimpinan daerah, hanya bisa saling menyalahkan, bukan cari solusi, malah. Mereka tak pernah malu disebut sebagai pemimpin yang berada di sungai terkotor sedunia, sebagai pembuang limbah B3 yang mencemari ikan di Waduk Cirata, Saguling, dan Jatiluhur. Eh, mereka tenang saja,” ungkapnya.

Tatkala Eka didesak prioritas mengatasi masalah ini, Ia paparkan kita harus merubah mindset secara cepat, melalui pendekatan budaya dan lingkungan. “Berpalinglah di antaranya ke kearifan lokal masyarakat adat. Sungai itu sejak dulu dianggap sebagai urat nadi kehidupan. Makanya, masyarakat adat tak pernah mencemarinya dengan limbah,” saranya.

Solusi lainnya, ujar Eka, para investor kelas kakap utamanya yang industrinya membuang limbah harus segera dipidanakan, dari dulu mereka ini malah suka dijadikan ATM pimpinan lokal. Akhirnya, mereka seperti kebal hukum dan keenakan.

“Instansi yang seharusnya mengawasi atau mengontrol lingkungan di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten bisanya hanya mempernainkan anggaran, dan mengganti nama instansi menjadi dinas ini dan itu. Kerja nyata mereka nyaris tak muncul. Rakyat jadi apatis dan frustrasi, karena tak ada panutan,” tuturnya dengan geram.

Intinya, lanjut Eka, penjahat lingkungan itu kekejamannya melebihi daya rusak teroris berefek jangka panjang puluhan tahun. “Saya curiga bahwa budi daya ikan di waduk yang ada di sekitar Citarum, bisa-bisa seperti kasus Minimata yang terjadi di Jepang pada era 1960-an. Ada beberapa generasi yang cacat secara genetik setelahnya hingga kini,” paparnya.

Disinggung target Gubernur Jabar Ahmad Heryawan yang pada 2015 lalu di Gedung Sate mencanangkan Citarum Bestari, yang punya jargon pada tahun 2018 sungai Citarum bisa diminum langsung airnya?

Sempat agak lama Eka mereaksi atas pertanyaan ini. “Maaf Bung, saya kehabisan kata-kata untuk mengomentari hal terakhir ini. Soalnya, gerak di lapangan dengan upaya Gubernur dan jajarannya, sangat jauh panggang dari api,” pungkasnya.[gun]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar