Eka Santosa: Mencintai Pancasila Identik dengan Mencintai Lingkungan

Gerakan Hejo: Cintai Pancasila = Cinta LingkunganNuansa berbeda terjadi pada peringatan Kelahiran Pancasila 1 Juni 2016 di Kawasan Ekowisata dan Budaya Alam Santosa di Pasir Impun Desa Cimenyan Kabupaten Bandung. Ketua Umum Gerakan Hejo Eka Santosa merangkai acara bernuansa lingkungan.

“Sejatinya mencintai Pancasila identik dengan mencintai lingkungan. Cintailah lingkungan hingga ke akar-akarnya. Salah satunya, akar budaya bangsa, yakni kearifan lokal masyarakat adat. Pancasila itu intinya hidup selaras dengan alam,” kata Eka, Rabu (1/6/2016).

Susunan acara di Alam Santosa diisi seminar lingkungan hidup dan budaya. Pematerinya DR. Ir. Mubiar Purwasasmita, Ketua Umum DPKLTS (Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda); Abah Ugis Suganda, Perwakilan dari Kasepuhan Masyarakat Adat Ciptagelar, Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi; dan Boy Hidayat dari Green Education Bandung.

Pada siang harinya, diresmian penanaman 1000 Anggrek Bulan, penebaran ikan endemik di Jawa Barat, serta workshopPendidikan Lingkungan Hidup untuk guru-guru.

“Pola pendidikan lingkungan hidup seperti inilah yang tepat saat ini. Kawasan ’hutan kota’ Alam Santosa, bukti penghijauan yang berhasil. Ini berkat kerjasama yang baik dengan masyarakat adat. Ini pula model terbaik di negeri ini. Tanpa gembar-gembor, namun bermanfaat nyata bagi ribuan warga sekitar.

Dulu kan ini daerah gersang, penyebab bencana alam. Sepuluh tahun terakhir ini, total berubah. Hal ini akan saya sebarkan”, tuturSaut P. Hutagalung, Staff Ahli Menteri Bidang Ekonomi, Sosial & Budaya dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI.

Close System

Inti seminar, betapa penting penyadaran ulang konsep hidup modern.

Para pemateri sepakat, modernisasi idealnya tak dinilai dari gebyar fisik, melainkan dari kecintaan nyata pada kehidupan antar sesama dan lingkungan.

“Pola kehidupan di masyarakat adat Sunda, yang bersifat close system tak menganut eksodus. Yang terjadi, manusia justru menyesuaikan dengan kondisi alam. Begitu pun dalam berdemokrasi, sebaiknya kembali ke musyawarah mufakat, bukan karena suara terbanyak”, urai Mubiar Purwasasmita, yang juga mendedarkan konsep “Wawangi Siliwangi” – Silih asah, silih asih, dan silih asuh.

Sementara itu Abah Ugis Suganda membedah dengan mendasar.

”Cukup dari uga atau ramalan para tetua kita. Contoh kecil saat ini kondisi sosial-budaya seperti Maung nyaruk, Badak nyaksrak, Jelema pagalak-galak(sifat-sifat khewani itu kini telah mendominasi di antara kita).

Kini sifat khewani itu muncul baik di para pemimpin maupun rakyat pada umumnya”.

Itu contoh kecil uraian Abah Ugis pada seminar ini. Uga lainnya mengupas hingga ke asal-muasal kita berada.

Berikut kupasan tentang konsep kesimbangan lingkungan hidup berbasis kearifa lokal – sinergitas makhluk eling (manusia), mahkluk nyaring (khewan), dan makhluk cicing (tanaman dan alam benda).

Sementara itu Boy Hidayat hari itu menacanangkan penanaman 1000 Anggrek Bulan di Kawasan Alam Santosa. “Hari ini mari kita memulai memelihara kekayaan bio diversity anggrek di kawasan ini. Aneka angrek bulan ini merupakan kekayaan dunia, bukan Nusantara. 70 spesies anggrek unggulan di dunia, 26 diantaranya ada di Indonesia. Nah yang di Indonesia itu nantinya akan tumbuh subur disini”.

Kaulinan Budak

Sebelum penanaman anggrek unggulan di Kawasan Alam Santosa, di lokasi tearer terbuka dilakukan praktik Workshop Pendidikan Lingkungan Hidup yang juga dihadiri oleh beberapa orang guru sekolah.

Salah satu sajiannya, digelar kaulinan budak – permainan tradisional anak yang dipadu dengan penanaman nilai-nilai kearifan lokal.

“Ini cara penenaman nilai demokrasi. Semua anak bermain dengan riang tanpa melihat status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Secara tak langsung, kearifan lokal tertanam disini”, kata Jajang, Guru dari SD BPI di kota Bandungyang dalam empat tahun terakhir sekolahnya kerap memenangkan aneka lomba lingkungan hidup di tingkat provinsi dan nasional.

“Semua itu terinspirasi setelah berkunjung ke Alam Santosa. Kala itu langsung saja kami kembangkan konsep lingkungan hidup itu di sekolah kami, sampai sekarang”.

Tangkap Perusak Lingkungan!

Disela-sela penanaman anggrek bulan, berkaitan dengan turunnya TNI dan Polri pada hari ini dalam pembersihan sampah di sungai Citarum, Eka Santosa selaku Ketua Forum DAS Citarum:”Saya apresiasi langkah ini, Namun lebih penting dari tak kurang dari 1500 pabrik di sekitar sungai Citarum itu, mereka menindak pembuang lmbah itu.

Langsung saja ditindak oleh aparat. Program Ctarum Bestari tahu 2019, airnya bisa diminum, rasanya jauhlah dari impian kita …”.

Pada pembukaan acara ini, Eka Santosa sempat memaparkan keprihatinan atas nasib sungai Citarum yang dalam 7 dan 8 tahun terakhir tak beranjak dari sebelumnya. Pengerahan aparat keamanan secara masif ke sungai Citarum, Ia kritisi:”Rusaknya sungai ini dengan gelar agung sebagai salah satu sungai terkotor di dunia, mencoreng nama Jawa Barat dan Indonesia.

Pembuang limbah domestik yang porsinya relatif kecil, jangan ditutup-tutupi oleh pengerahan aparat ini.

Sebaiknya, tindak segera ratusan pabrik itu. Mereka punya kewenangan, bukan dengan seremoni seperti sekarang ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *